Sudah berbuat apakah masyarakat Bandung
terhadap kota tempat tinggalnya? Lalu lintas Bandung yang semerawut,
banjir cileuncang, perubahan fungsi lahan hijau, warung kaki
lima yang berjualan di trotoar, sampah yang berserakan
di jalan-jalan adalah pemandangan
sehari-hari yang kerap dapat kita jumpai di
setiap sudut jalan Kota Bandung.
Keadaan lingkungan yang
ruwet merupakan cerminan budaya masyarakat. Di luar persoalan buruknya
infrastruktur dan bobroknya sistem pemerintah kota, keruwetan yang menyentuh segala
aspek yang berada di Kota Bandung menunjukan
banyak orang tidak memikirkan akibat dari tindakanya. Putusan atas berbagai hal
diambil berdasarkan emosi, bukan pikiran rasional.
Diabaikanya rasionalitas
ditunjukan dengan banyaknya orang yang merasa nyiyir terhadap segala ketidak
teraturan dan kekacauan yang hadir di kota, namun tidak berbuat sesuatu apapun dari
fenomena tersebut. Anehnya, rendahnya kemampuan berpikir rasional banyak terjadi
pada mahasiswa yang sebenarnya berada pada kelompok masyarakat terdidik, mahasiswa
membela pedagang kaki lima tanpa mengindahkan hak publik pejalan kaki di
trotoar adalah salah satu contohnya.
Dari penulusuran di berbagai
situs jejaring sosial atau bisa dibilang jejaring nongkrong, banyak orang mengeluhkan beragam masalah kota
dengan berbagai cara: hujatan kepada pemerintah, rasa galau, ataupun tak
peduli sama sekali. Ketidak mampuan
berpikir logis membuat masyarkat kota tidak bisa berpikir akar masalah
penyebabnya.
Coba luangkan waktu untuk
berpikir rasional, mengapa Kota Bandung saat ini kumuh dan sering kali banjir?
Karena banyak dari kita warga Kota Bandung masih membuang sampah sembarangan. Mengapa
bangunan heritage di Bandung banyak yang runtuh lalu berubah fungsinya? Karena
kebanyakan dari kita warga Kota Bandung enggan meluangkan waktu bermain dan
belajar ke bangunan heritage tersebut.
Ya masalahnya, kita enggan
untuk langsung bertindak, mengujungi dan
menghidupkan. Kita sibuk saling mendorong orang untuk melakukan sesuatu di
twitter atau jejaring sosial lainya seolah menciptakan citra diri yang manis
dan kritis, tanpa mau mencontoh berbuat langsung yang pada akhirnya mengendap
menjadi omong kosong.
Lebih baik menjadi inspirator atau inovator daripada
motivator belaka. Lebih baik menjadi
orang yang bodoh tetapi berguna daripada merasa pintar tapi tak berguna.
Masyarakat baiknya ikut andil berperan membangun kota menjadi lebih baik lagi,
perlu di ingat wajah Bandung berada di tangan penduduk Kota Bandung. Semoga tulisan
ini berguna bagi pembaca-pembaca yang
merasa dirinya telah rasional. Semoga.