Pasar Cihapit |
Cihapit merupakan salah satu tempat dari beberapa bagian kawasan
di kota Bandung yang menarik untuk di ceritakan. Jika di analogikan,
Cihapit pada masa sekarang adalah surga, berbagai makanan yang khas,
buku-buku antik, kaset-kaset nuansa lalu, vinyl dan hal-hal
unik yang khas lainya dapat kita temui dikawasan satu ini. Di pasar
Cihapit kita bisa menemukan ruang bak surga bagi para pecinta kuliner.
Berbagai makanan khas Kota Bandung yang telah lama ada dengan cita rasa
lama masih dapat kita temukan disini, beberapa diantaranya: Kupat Tahu
Galunggung, Nasi Rames Emak Eha, Lotek Cihapit, Surabi Cihapit, Gorengan
Cihapit dan Awug. Dengan berbagai sugguhan kuliner yang lezat lekat di
lidah, menjadikan Cihapit magnet tersendiri bagi para pemburu makanan
dari dalam ataupun luar daerah Kota Bandung. Ehmm.. lezaat.. aroma
nuansa Cihapit begitu memikat, tak khayal seringkali kita temui para
pelancong nongkrong sambil icip-icip sugguhan jajaran berbagai makanan yang di sajikan di sekeliling Pasar Cihapit.Salah
satu yang terhipnotis lalu terjerat akan nikmatnya kuliner disekitaran
Pasar Cihapit adalah Bondan Winarno, presenter Wisata Kuliner yang
terkenal dengan ungkapan "Pokoe maknyus!" ini bahkan sampai tiga kali
gagal menyantap suguhan warung Emak Eha yang legendaris itu, ini
disebabkan karena Emak Eha yang selalu tutup lebih dahulu karena
daganganya habis.
Kalau tidak datang pagi, jangan harap masih tersisa,
itulah tagline warung Emak Eha yang tersirat di setiap
benak para penikmat sajian siemak. Selain itu ada pula keluarga
Simangunsong yang tidak lain adalah kakak-beradik Dewi Lestari dan Arina
Mocca yang menjadikan warung ini sebagai restoran favorite mereka
untuk bersantap sambil mengenang masa kecilnya dulu. Sepanjang mata
memandang, Cihapit terlihat menarik, masih kita jumpai beberapa
pepohonan yang rindang, bangunan gaya lama dan sebuah pasar, menjadikan
sebuah petanda bahwa nuansa lama masih terasa hidup kentara. Jika
kembali ke sejarah masa lalu, Belanda membangun daerah Cihapit dengan
suatu konsep lingkungan yang sehat, komplek perumahan dilengkapi dengan
pasar, pertokoan, taman dan lapangan terbuka (plein). Sehingga
pada tahun 1920-an komplek perumahan Cihapit mendapatkan predikat
sebagai contoh lingkungan pemukiman sehat di kota Bandung yang di huni
oleh warga golongan menengah baik pribumi maupun Belanda. Beberapa sisa
bangunan lama masih dapat disaksikan di Jalan Sabang.
Selain
itu kawasan Cihapit dikenal sebagai surga bagi kawasan pecinta
barang-barang antik ataupun barang loak, harga yang relatif murah tidak
serbanding lurus dengan kualitasnya yang murahan. Misalnya buku-buku
loak tua yang di jual bukan berarti barang bekas tak berguna, keasikan
tersendiri ketika berburu mencari buku dengan tema yang di inginkan, tiga
sampai empat buku yg kita temui bisa dihargai Rp.20.000,- namun adapula
satu buku yang bisa jadi dihargai sampai Rp.100.000,- semua tergantung
dengan umur tua dan isi buku yang akan di cari, semakin sulit di dapat
semakin mahal, cetakan pertama pada penerbitan buku dapat menjadi faktor
penentu sebuah harga buku. Artinya harga buku semua abu-abu, seorang
penjual menjadi penentu sebuah harga yang dapat kita tawar dalam suatu
transaksi jual beli.
Daya tarik kawasan Cihapit lainya adalah pedagang
kaset, CD dan vinyl yang hadir di sepanjang Jalan Cihapit
bagian utara. Para penjual disana terkadang merangkap sebagai kolektor.
Cihapit layaknya seperti surga penikmat musik, kaset, CD dan Vinyl
yang ditawarkan merupakan barang-barang langka yang tidak dapat kita
temukan di toko-toko kaset baru, seperti kaset Dedy Stanzah, Dara
Puspita ataupun musisi luar negri seperti Bob Dylan dan The Smiths yang
jarang ada di pasaran umum. Selain itu juga terdapat piringan hitam
yang terkesan lama dan langka dari berbagai genre dan harga di tawarkan
disana. Begitu luar biasanya Cihapit seperti surga berisi pernuh harta
karun yang tersembunyi di balik tirai kemewahan gemerlapnya suasana kota
Bandung dengan berbagai citra nama sebuah kota.
Cihapit yang berhimpit
Seorang
wanita manis dengan pakaian berwarna merah yang malu tapi tak angkuh
bertanya, "Bagaimana keadaan Cihapit pada masa Jepang dahulu?"
terhimpit-himpit pada umumnya jawabanya. Pada tahun 1942-1946 Komplek
Perumahan Cihapit digunakan sebagai interniran, yaitu sebuah kamp
konsentrasi tawanan bagi wanita dan anak-anak warga Belanda maupun
Pribumi. kamp
tawanan pada masa penjajahan Jepang dipisahkan kedalam tiga kelompok
bagian yaitu: kamp konsentrasi untuk anak anak dan wanita, kamp
konsentrasi pria berumur 18 tahun (remaja) dan kamp konsentrasi pria
dewasa. Pemisahan wilayah pengkonsentrasian dengan berbagai kategori
yang telah ditentukan memiliki tujuan terendiri. Pemisahan antara kamp
wanita dan anak dengan kamp pria bertujuan untuk meminimalisir gejolak
kekacauan yang kapan-kapan bisa terjadi, pihak jepang beranggapan jika
kamp diasatukan lalu salah satu anggota keluarga teraniayaya, faktor
tersebut bisa saja dapat memicu kemarahan dan kekacauan bagi kerabat
anggota keluarga yang lainya, sehingga dengan itu pengelompokan kamp
konsentrasi wilayah di buat oleh Jepang.
Kamp Interniran
wanita dan anak- anak terbagi kedalam beberapa tempat wilayah di Kota
Bandung, diantaranya adalah Bloemenkemp, kamp tersebut dibuat mengunakan
beberapa bangunan yang terletak dalam komplek yang dibatasi Riouwstraat
(Jln Riau, sekarang Jln L.L.R.E. Martadinata) Tjitaroemstraat (Jln
Citarum), Houtmanweg (Jln. Tjioetjoeng, sekarang Jl.Supratman)
Bengawanslaan (Jln Bengawan) sampai Grote Postweg (Jalan Raya Timur,
sekarang Jl Ahmad Yani). Seluruh
komplek yang menjadi sebuah kamp konsentrasi terlindung di balik pagar
yang terbuat dari anyaman bambu dan kawat berduri yang sangat tinggi,
dengan beberapa pengawas yang bertugas menjaga gerbang pos penjagaan.
Ada hal yang menarik di kamp Interniran Cihapit, kamp dengan pengambaran
garang tidak selalu terlihat menakutkan, konon di Kamp Cihapit selalu
hadir pertunjukan kabaret yang dibintangi Corry Vonk artis kabaret
terkenal asal Belanda yang ditawan disana, selain itu muncul pula
berbagai kursus sebagai bentuk pengembangan kemampuan bagi tawanan yang
tertawan disana, diantaranya: kursus balet, yoga, sekolah bagi anak-anak
dan acara keagamaan. Ramal meramal dengan kartu Bridge atau tarot pun kerap dilakukan menggunakan lahan terbuka yang ada di taman segitiga Poeloelaoetweg (Jl Pulolaut) yang sekarang menjadi gedung pertemuan rukun warga.
Nasib
tahanan wanita dan anak-anak masih terlihat lebih baik dari pada
tahanan remaja pria dan laki laki dewasa, karena para wanita dan
anak-anak tidak selalu diwajibkan harus bekerja sehingga masih bisa
berinteraksi dengan baik antara sesama tahanan. Bila ingin mendapatkan
jatah makanan lebih, para wanita dapat segera bekerja mengosongkan rumah
yang di daulat sebagai kamp tahanan yang akan digunakan oleh tentara
wanita Jepang untuk berupaya bekerja di dapur. Namun jika jatah makanan
yang semula dapat dirasakan cukup (walaupun kurang bergizi atau
bervitamin) semakin berkurang, para wanita menangulangi hal itu dengan
menanam sayuran, buah-buahan dilahan perkarangan rumah tahanan mereka,
hal ini berbeda jauh dengan keadaan yang ada di kamp konsentrasi pria,
para tahanan pria harus bekerja seharian penuh tanpa adanya kebebasan
menjalani berbagai aktivitas.
Keadaan menyeramkan dan
kesengsaraan luar biasa terkadang tersiar di berbagai kamp interniran,
hal tersebut dikarenakan para tahanan yang melanggar secara langsung
ataupun tidak langsung peraturan yang dibuat tentara Jepang. Kesalahan
yang dapat mengundang berbagai penindasan, pukulan, pengikatan dan
penjemuran di bawah terik matahari secara kejam terjadi jika bila: tidak
membungkuk atau menghormati orang Jepang, tidak menunduk atau menatap
langsung kemata orang Jepang, melawan tentara jepang, tidak melaksanakan
perintah tentara Jepang, menyelundupkan barang terlarang di luar kamp,
menyimpan barang berharga berupa uang, menyimpan barang- barang yang
dapat diartikan sebagai lambang Raja dan kerajaan Belanda, tidak
mematikan lampu tepat waktu ataupun keluar rumah tahanan diluar waktu
yang ditentukan.
Namun terkadang juga terjadi penyiksaan tanpa alasan
yang jelas, tahanan di pukuli sampai babak belur dan terkapar. Hanya
karena perasaan kesal tentara Jepang tahanan bisa dijadikan
bulan-bulanan pelampiasan kekesalan. Para tahanan Kamp Cihapit mendapat
dua kali kebaikan hati kaisar, yaitu diperbolehkan mengirimkan kartupos
kepada suami dan anak di kamp lainya, Surat yang di dituliskan pada
sebuah kartupos tidak lebih dari 25 kata, tidak boleh dituliskan tanggal
dan ditulis dalam bahasa indonesia. Selain itu surat tidak boleh berisi
berita mengenai nama kamp, nama penyakit, menurunya berat badan dan
berita negatif lainya. Berita yang diperbolehkan untuk di ceritakan
dalam kartupos adalah berita baik dan dan menggembirakan saja, namun hal
ini pun tidak mudah karena sulitnya alat tulis, pena, kartupos dan
waktu penulisan yang terbatas, menjadikan kesulitan tersendiri.
Pada
saat dibuka pada 17 November 1942 penghuni Kamp Interniran Cihapit
sekitar 14.000 orang, dan ketika ditutup pada Desember 1944 penghuninya
sekitar 10.000 orang lalu dipindahkan ke berbagai kamp di Jakarta, Bogor
dan Jawa tengah. Tercatat sekitar 243 korban pernah meninggal di Kamp
ini. Dengan kepadatan penghuni yang padat maka keadaan Kamp Cihapit
dahulu saling berhimpit dalam satu rumah. Bisa jadi dalam satu rumah
kecil bisa berisi 20 orang penghuni. Padat dan berhimpitan bukan.
Belajar dari Masa lalu yang berlalu
Sejarah
merupakan sebuah gambaran masa lalu, hal ini dapat bermakna baik
ataupun buruk pada kisahnya. Salah satu contohnya bagaimana kita dapat
melihat kisah hiruk-pikuk keadaan kawasan Cihapit pada masa lalu hingga
suasananya bertranformasi seperti sekarang ini. Kawasan Cihapit yang
dulu mempunyai julukan sebagai kawasan percontohan pemukiman sehat di
kota Bandung, patutlah untuk dihidupkan kembali konsepenya di berbagai
pemukiman kota. Sebuah lingkungan komplek pemukiman dengan dilengkapi
taman, lahan terbuka hijau dan pasar, menjadikan keunggukan di banding
komplek pada saat ini yang berisi perumahan saja tanpa ruang terbuka
publik yang makin lama samakin hilang keberadaanya.
Adanya
sebuah lahan terbuka hijau pada suatu komplek perumahan diperlukan
sebagai lahan interaksi antar penghuni rumah, atapun juga sebagai sarana
rekreasi bagi penghuni komplek perumahan; piknik, bermain dan belajar.
Keberadaan rumah yang sama tingginya seperti yang dapat kita lihat pada
gambar suasana perumahan di Cihapit pada masa lalu, mengidentifikasikan
bahwa, perumahan yang sehat patutlah menerima cahaya matahari yang sama,
hal ini bertujuan untuk keberlangsungan hidup rumput dan berbagai
tanaman yang ditanam di depan halaman rumah, sehingga tercipta
lingkungan sehat bagi penghuni rumah. Adapun pula konsep pasar yang
berada di sebuah komplek pemukiman, pendirianya bertujuan untuk
menciptakan kesejahteraan bagi para penghuni komplek. Pasar yang dapat
diartikan sebagai sarana tempat bertemunya para penjual dan pembeli,
memiliki keungulan di bandingkan konsep unit pertokoan yang hadir pada
komplek pemukiman saat ini, konsep toko serba ada hanya menguntungkan
bagi kepentingan beberapa kalangan orang saja di banding keberadaan
pasar yang mensejahterakan berbagai penjual dan pembeli pada lingkungan
sebuah pasar.
Sejarah memberikan gambaran pada kita
bagaimana hal yang baik dan yang buruk terjadi pada masa lalu. Patutlah
menjadi bijak jika kita bisa belajar dari cerita sejarah masa lalu, hal
ini kiranya bisa dijadikan sebuah referensi untuk kebijakan yang lebih
baik kedepanya. Biarkanlah berlalu untuk cerita kelam, tapi hendaklah
tidak di lupakan dalam benak, dari sana kita bisa belajar banyak bukan
malah makin terperosok ke dalaman sumur nestapa yang gelap. Apresiasi
adalah menghargai segala sesuatu yang ada, mengepresiasi sejarah berarti
kita menghargai setiap kejadian cerita yang ada, bukan berarti
mengagung-agungkan romantisme pada masa lalu ataupun mengangkat kisah
sejarah kelam yang ada, tetapi hendaklah menjadi sebuah acuan untuk kita
bisa belajar. Toleransi adalah perekat perbedaan pendapat yang ada,
untuk apa bersikut-sikutan, jika kita punya satu tujuan yang sama
menjadikan kota lebih baik; bukankah sejarah bisa di jadikan pijakan
pertama untuk bertindak yang bijak. Semoga para petinggi pemerintah kota
Bandung bisa belajar dari masa lalu yang berlalu. Amien.
Daftar pustaka:
Kartodowiro, Sudarsono Katam. 2006. Bandung, Kilas Peristiwa di Mata Filatelis. Sebuah Wisata Sejarah. Bandung : Kiblat Buku Utama.
Schomper, Pans. 1996. Selamat Tinggal Hindia: Janjinya Pedagang Telur. Dorned.
Voskuil, Robert P.G.A. 2007. Bandung Citra Sebuah Kota. Terjemahan Bandung: Jagadhita.
Asdhiana, I made. 2011. Warung Kenangan Pasar Cihapit. dimuat di http://travel.kompas.com/read/2011/01/26/08240089/Warung.Kenangan.Pasar.Cihapit. Diakses 26 Januari, 2011.
Winarno , Bondan. 2008. Mak Eha dan Mbah Karto. dimuat di http://nasional.kompas.com/read/2008/06/20/08510523/Mak%20Eha%20dan%20Mbah%20Karto. Diakses 20 Juni, 2008.
Wiryawan, Ryzki. 2011. Kamp Interniran Cihapit. dimuat di http://aleut.wordpress.com/2011/08/04/kamp-interniran-cihapit/. Diakses 4 Agustus, 2011.
Daftar Gambar:
Cari Buku Langka? Mungkin Ada di Cihapit http://www.reportase.com/2011/09/cari-buku-langka-mungkin-ada-di-cihapit/. Diakses 15 September,2011.
Wiryawan, Ryzki. 2011. Kamp Interniran Cihapit. dimuat di http://aleut.wordpress.com/2011/08/04/kamp-interniran-cihapit/. Diakses 4 Agustus, 2011.
Winarno , Bondan. 2008. Mak Eha dan Mbah Karto. dimuat di http://nasional.kompas.com/read/2008/06/20/08510523/Mak%20Eha%20dan%20Mbah%20Karto. Diakses 20 Juni, 2008.