Give Me Coffee and Book

If you don't know history, then you don't know anything. You are a leaf that doesn't know it is part of a tree.

Kota Bandung dan Keunikannya

Menjelajahi setiap sudut Kota Bandung.

You Are The Music

Suka-suka ngomongin musik yang disuka.

Perbedaan adalah warna

Mencoba melihat yang ada menjadi lebih berwarna.

Kisah Para Pemburu Harta Karun

Berburu harta, bermain dan belajar bersama.

Image and video hosting by TinyPic

Tuesday, January 29, 2013

Cihapit, Surga dan Masa Yang Kelam Bandung


Pasar Cihapit
Cihapit merupakan salah satu tempat dari beberapa bagian kawasan di kota Bandung yang menarik untuk di ceritakan. Jika di analogikan, Cihapit pada masa sekarang adalah surga,  berbagai makanan yang khas, buku-buku antik, kaset-kaset nuansa lalu, vinyl  dan hal-hal unik yang khas lainya dapat kita temui dikawasan satu ini. Di pasar Cihapit kita bisa menemukan ruang bak surga bagi para pecinta kuliner.

Berbagai makanan khas Kota Bandung yang telah lama ada dengan cita rasa lama masih dapat kita temukan disini, beberapa diantaranya: Kupat Tahu Galunggung, Nasi Rames Emak Eha, Lotek Cihapit, Surabi Cihapit, Gorengan Cihapit dan Awug. Dengan berbagai sugguhan kuliner yang lezat lekat di lidah, menjadikan Cihapit magnet tersendiri bagi para pemburu makanan dari dalam ataupun luar daerah Kota Bandung. Ehmm.. lezaat.. aroma nuansa Cihapit begitu memikat, tak khayal seringkali kita temui para pelancong nongkrong sambil icip-icip sugguhan jajaran berbagai makanan yang di sajikan di sekeliling Pasar Cihapit.Salah satu yang terhipnotis lalu terjerat akan nikmatnya kuliner disekitaran Pasar Cihapit adalah Bondan Winarno, presenter Wisata Kuliner yang terkenal dengan ungkapan "Pokoe maknyus!" ini bahkan sampai tiga kali gagal menyantap suguhan warung Emak Eha yang legendaris itu, ini disebabkan karena Emak Eha yang selalu tutup lebih dahulu karena daganganya habis.

Kalau tidak datang pagi, jangan harap masih tersisa, itulah tagline warung Emak Eha yang tersirat di setiap benak para penikmat sajian siemak. Selain itu ada pula keluarga Simangunsong yang tidak lain adalah kakak-beradik Dewi Lestari dan Arina Mocca  yang menjadikan warung ini sebagai restoran favorite mereka untuk bersantap sambil mengenang masa kecilnya dulu. Sepanjang mata memandang, Cihapit terlihat menarik, masih kita jumpai beberapa pepohonan yang rindang, bangunan gaya lama dan sebuah pasar, menjadikan sebuah petanda bahwa nuansa lama masih terasa hidup kentara. Jika kembali ke sejarah masa lalu, Belanda membangun daerah Cihapit dengan suatu konsep lingkungan yang sehat, komplek perumahan dilengkapi dengan pasar, pertokoan, taman dan lapangan terbuka (plein). Sehingga pada tahun 1920-an komplek perumahan Cihapit mendapatkan predikat sebagai contoh lingkungan pemukiman sehat di kota Bandung yang di huni oleh warga golongan menengah baik pribumi maupun Belanda. Beberapa sisa bangunan lama masih dapat disaksikan di Jalan Sabang.

Selain itu kawasan Cihapit dikenal sebagai surga bagi kawasan pecinta barang-barang antik ataupun barang loak, harga yang relatif murah tidak serbanding lurus dengan kualitasnya yang murahan. Misalnya buku-buku loak tua yang di jual bukan berarti barang bekas tak berguna, keasikan tersendiri ketika berburu mencari buku dengan tema yang di inginkan, tiga sampai empat buku yg kita temui bisa dihargai Rp.20.000,- namun adapula satu buku yang bisa jadi dihargai sampai Rp.100.000,- semua tergantung dengan umur tua dan isi buku yang akan di cari, semakin sulit di dapat semakin mahal, cetakan pertama pada penerbitan buku dapat menjadi faktor penentu sebuah harga buku. Artinya harga buku semua abu-abu, seorang penjual menjadi penentu sebuah harga yang dapat kita tawar dalam suatu transaksi jual beli.

Daya tarik kawasan Cihapit  lainya adalah pedagang kaset, CD dan vinyl yang hadir di sepanjang Jalan Cihapit bagian utara. Para penjual disana terkadang merangkap sebagai kolektor. Cihapit layaknya seperti surga penikmat musik,  kaset, CD dan Vinyl yang ditawarkan merupakan barang-barang langka yang tidak dapat kita temukan di toko-toko kaset baru, seperti kaset Dedy Stanzah, Dara Puspita ataupun musisi luar negri seperti Bob Dylan dan The Smiths  yang jarang ada di pasaran umum. Selain itu juga terdapat piringan hitam yang terkesan lama dan langka dari berbagai genre dan harga di tawarkan disana. Begitu luar biasanya Cihapit seperti surga berisi pernuh harta karun yang tersembunyi di balik tirai kemewahan gemerlapnya suasana kota Bandung dengan berbagai citra nama sebuah kota.

Cihapit yang berhimpit

Seorang wanita manis dengan pakaian berwarna merah yang malu tapi tak angkuh bertanya, "Bagaimana keadaan Cihapit pada masa Jepang dahulu?" terhimpit-himpit pada umumnya jawabanya. Pada tahun 1942-1946 Komplek Perumahan Cihapit digunakan sebagai interniran, yaitu sebuah kamp konsentrasi tawanan bagi wanita dan anak-anak warga Belanda maupun Pribumi. kamp tawanan pada masa penjajahan Jepang dipisahkan kedalam tiga kelompok bagian yaitu: kamp konsentrasi untuk anak anak dan wanita, kamp konsentrasi pria berumur 18 tahun (remaja) dan kamp konsentrasi pria dewasa. Pemisahan wilayah pengkonsentrasian dengan berbagai kategori yang telah ditentukan memiliki tujuan terendiri. Pemisahan antara kamp wanita dan anak dengan kamp pria bertujuan untuk meminimalisir gejolak kekacauan yang kapan-kapan bisa terjadi, pihak jepang beranggapan jika kamp diasatukan lalu salah satu anggota keluarga  teraniayaya, faktor tersebut bisa saja dapat memicu kemarahan dan kekacauan bagi kerabat anggota keluarga yang lainya, sehingga dengan itu pengelompokan kamp konsentrasi wilayah di buat oleh Jepang.

Kamp  Interniran wanita dan anak- anak terbagi kedalam beberapa tempat wilayah di Kota Bandung, diantaranya adalah Bloemenkemp, kamp tersebut dibuat mengunakan beberapa bangunan yang terletak dalam komplek yang dibatasi Riouwstraat (Jln Riau, sekarang Jln L.L.R.E. Martadinata) Tjitaroemstraat (Jln Citarum), Houtmanweg (Jln. Tjioetjoeng, sekarang Jl.Supratman) Bengawanslaan (Jln Bengawan) sampai Grote Postweg (Jalan Raya Timur, sekarang Jl Ahmad Yani). Seluruh komplek yang menjadi sebuah kamp konsentrasi terlindung di balik pagar yang terbuat dari anyaman bambu dan kawat berduri yang sangat tinggi, dengan beberapa pengawas yang  bertugas menjaga gerbang pos penjagaan. Ada hal yang menarik di kamp Interniran Cihapit, kamp dengan pengambaran garang tidak selalu terlihat menakutkan, konon di Kamp Cihapit selalu hadir pertunjukan kabaret yang dibintangi Corry Vonk artis kabaret terkenal asal Belanda yang ditawan disana, selain itu muncul pula berbagai kursus sebagai bentuk pengembangan kemampuan bagi tawanan yang tertawan disana, diantaranya: kursus balet, yoga, sekolah bagi anak-anak dan acara keagamaan. Ramal meramal dengan kartu Bridge atau tarot pun kerap dilakukan menggunakan lahan terbuka yang ada di taman segitiga Poeloelaoetweg (Jl Pulolaut) yang sekarang menjadi gedung pertemuan rukun warga.

Nasib tahanan wanita dan anak-anak masih terlihat lebih baik dari pada tahanan remaja pria dan laki laki dewasa, karena para wanita dan anak-anak tidak selalu diwajibkan harus bekerja sehingga masih bisa berinteraksi dengan baik antara sesama tahanan. Bila ingin mendapatkan jatah makanan lebih, para wanita dapat segera bekerja mengosongkan rumah yang di daulat sebagai kamp tahanan yang akan digunakan oleh tentara wanita Jepang untuk berupaya bekerja di dapur. Namun jika jatah makanan yang semula dapat dirasakan cukup (walaupun kurang bergizi atau bervitamin) semakin berkurang, para wanita menangulangi hal itu dengan menanam sayuran, buah-buahan dilahan perkarangan rumah tahanan mereka, hal ini berbeda jauh dengan keadaan yang ada di kamp konsentrasi pria, para tahanan pria harus bekerja seharian penuh tanpa adanya kebebasan menjalani berbagai aktivitas.

Keadaan menyeramkan dan kesengsaraan luar biasa terkadang tersiar di berbagai kamp interniran, hal tersebut dikarenakan para tahanan yang melanggar secara langsung ataupun tidak langsung peraturan yang dibuat tentara Jepang. Kesalahan yang dapat mengundang berbagai penindasan, pukulan, pengikatan dan penjemuran di bawah terik matahari secara kejam terjadi jika bila: tidak membungkuk atau menghormati orang Jepang, tidak menunduk atau menatap langsung kemata orang Jepang, melawan tentara jepang, tidak melaksanakan perintah tentara Jepang, menyelundupkan barang terlarang di luar kamp, menyimpan barang berharga berupa uang, menyimpan barang- barang yang dapat diartikan sebagai lambang Raja dan kerajaan Belanda, tidak mematikan lampu tepat waktu ataupun keluar rumah tahanan diluar waktu yang ditentukan.

Namun terkadang juga terjadi penyiksaan tanpa alasan yang jelas, tahanan di pukuli sampai babak belur dan terkapar. Hanya karena perasaan kesal tentara Jepang tahanan bisa dijadikan bulan-bulanan pelampiasan kekesalan. Para tahanan Kamp Cihapit mendapat dua kali kebaikan hati kaisar, yaitu diperbolehkan mengirimkan kartupos kepada suami dan anak di kamp lainya, Surat yang di dituliskan pada sebuah kartupos tidak lebih dari 25 kata, tidak boleh dituliskan tanggal dan ditulis dalam bahasa indonesia. Selain itu surat tidak boleh berisi berita mengenai nama kamp, nama penyakit, menurunya berat badan dan berita negatif lainya. Berita yang diperbolehkan untuk di ceritakan dalam kartupos adalah berita baik dan dan menggembirakan saja, namun hal ini pun tidak mudah karena sulitnya alat tulis, pena, kartupos dan waktu penulisan yang terbatas, menjadikan kesulitan tersendiri.

Pada saat dibuka pada 17 November 1942 penghuni Kamp Interniran Cihapit sekitar 14.000 orang, dan ketika ditutup pada Desember 1944 penghuninya sekitar 10.000 orang lalu dipindahkan ke berbagai kamp di Jakarta, Bogor dan Jawa tengah. Tercatat sekitar 243 korban pernah meninggal di Kamp ini. Dengan kepadatan penghuni yang padat maka keadaan Kamp Cihapit dahulu saling berhimpit dalam satu rumah. Bisa jadi dalam satu rumah kecil bisa berisi 20 orang penghuni. Padat dan berhimpitan bukan.

Belajar dari Masa lalu yang berlalu

Sejarah merupakan sebuah gambaran masa lalu, hal ini dapat bermakna baik ataupun buruk pada kisahnya. Salah satu contohnya bagaimana kita dapat melihat kisah hiruk-pikuk keadaan kawasan Cihapit pada masa lalu hingga suasananya bertranformasi seperti sekarang ini. Kawasan Cihapit yang dulu mempunyai julukan sebagai kawasan percontohan pemukiman sehat di kota Bandung, patutlah untuk dihidupkan kembali konsepenya di berbagai pemukiman kota. Sebuah lingkungan komplek pemukiman dengan dilengkapi taman, lahan terbuka hijau dan pasar, menjadikan keunggukan di banding komplek pada saat ini yang berisi perumahan saja tanpa ruang terbuka publik yang makin lama samakin hilang keberadaanya.

Adanya sebuah lahan terbuka hijau pada suatu komplek perumahan diperlukan sebagai lahan interaksi antar penghuni rumah, atapun juga sebagai sarana rekreasi bagi penghuni komplek perumahan; piknik, bermain dan belajar. Keberadaan rumah yang sama tingginya seperti yang dapat kita lihat pada gambar suasana perumahan di Cihapit pada masa lalu, mengidentifikasikan bahwa, perumahan yang sehat patutlah menerima cahaya matahari yang sama, hal ini bertujuan untuk keberlangsungan hidup rumput dan berbagai tanaman yang ditanam di depan halaman rumah, sehingga tercipta lingkungan sehat bagi penghuni rumah. Adapun pula konsep pasar yang berada di sebuah komplek pemukiman, pendirianya bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi para penghuni komplek. Pasar yang dapat diartikan sebagai sarana tempat bertemunya para penjual dan pembeli, memiliki keungulan di bandingkan konsep unit pertokoan yang hadir pada komplek  pemukiman saat ini, konsep toko serba ada hanya menguntungkan bagi kepentingan beberapa  kalangan orang saja di banding keberadaan pasar yang mensejahterakan berbagai penjual dan pembeli pada lingkungan sebuah pasar.

Sejarah memberikan gambaran pada kita bagaimana hal yang baik dan yang buruk terjadi pada masa lalu. Patutlah menjadi bijak jika kita bisa belajar dari cerita sejarah masa lalu, hal ini kiranya bisa dijadikan sebuah referensi  untuk kebijakan yang lebih baik kedepanya. Biarkanlah berlalu untuk cerita kelam, tapi hendaklah tidak di lupakan dalam benak, dari sana kita bisa belajar banyak bukan malah makin terperosok ke dalaman sumur nestapa yang gelap. Apresiasi adalah menghargai segala sesuatu yang ada, mengepresiasi sejarah berarti kita menghargai setiap kejadian cerita yang ada, bukan berarti  mengagung-agungkan romantisme pada masa lalu ataupun mengangkat kisah sejarah kelam yang ada, tetapi hendaklah menjadi sebuah acuan untuk kita bisa belajar. Toleransi adalah perekat perbedaan pendapat yang ada, untuk apa bersikut-sikutan, jika kita punya satu tujuan yang sama menjadikan kota lebih baik; bukankah sejarah bisa di jadikan pijakan pertama untuk bertindak yang bijak. Semoga para petinggi pemerintah kota Bandung bisa belajar dari masa lalu yang berlalu. Amien.
                                
Daftar pustaka:

Kartodowiro, Sudarsono Katam. 2006. Bandung, Kilas Peristiwa di Mata Filatelis. Sebuah Wisata Sejarah. Bandung : Kiblat Buku Utama.

Schomper, Pans. 1996. Selamat Tinggal Hindia: Janjinya Pedagang Telur. Dorned.

Voskuil, Robert P.G.A. 2007. Bandung Citra Sebuah Kota. Terjemahan Bandung: Jagadhita.

Asdhiana, I made. 2011. Warung Kenangan Pasar Cihapit. dimuat di http://travel.kompas.com/read/2011/01/26/08240089/Warung.Kenangan.Pasar.Cihapit. Diakses 26 Januari, 2011.

Winarno , Bondan. 2008. Mak Eha dan Mbah Karto. dimuat di http://nasional.kompas.com/read/2008/06/20/08510523/Mak%20Eha%20dan%20Mbah%20Karto. Diakses 20 Juni, 2008.

Wiryawan, Ryzki. 2011. Kamp Interniran Cihapit. dimuat di http://aleut.wordpress.com/2011/08/04/kamp-interniran-cihapit/. Diakses 4 Agustus, 2011.

Daftar Gambar:

 Cari Buku Langka? Mungkin Ada di Cihapit http://www.reportase.com/2011/09/cari-buku-langka-mungkin-ada-di-cihapit/. Diakses 15 September,2011.

 Wiryawan, Ryzki. 2011. Kamp Interniran Cihapit. dimuat di http://aleut.wordpress.com/2011/08/04/kamp-interniran-cihapit/. Diakses 4 Agustus, 2011.

Winarno , Bondan. 2008. Mak Eha dan Mbah Karto. dimuat di http://nasional.kompas.com/read/2008/06/20/08510523/Mak%20Eha%20dan%20Mbah%20Karto. Diakses 20 Juni, 2008.



Monday, January 28, 2013

Kritis, aku berbicara, maka aku ada

Kritis dalam prespektif berbicara merupakan sebuah upaya untuk berani menilai sesuatu masalah, bermakna tidak lekas percaya, selalu menemukan kesalahan, ada rasa keingin tahuan, dan tajam menganalisa. Misal ketika seminar, peserta  seminar mengkritisi moderator yang terlihat tidak mengedepankan terlebih dahulu hak-hak peserta seminar dalam sesi tanya-jawab yang di buka oleh nara sumber seminar. Secara sederhananya kritis berbicara adalah suatu sikap berani mengungkapkan suatu nilai, termasuk memberikan saran dan solusi untuk dijadikan tujuan akhir upaya menjawab sesuatu masalah. Jikalah kita berani menilai sikap seseorang, secara tidak langsung kita telah mempraktikan nilai-nilai kritis tersebut. Disamping itu sikap kritis berarti berani menilai sesuatu yang tidak sesuai dengan yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang seharusnya ada.

Kritis dalam kacamata Islam dimaknai sebagai amar makruf dan nahi munkar artinya sikap kritis merupakan suatu perintah untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana dijelaskan oleh salah satu Ayat Suci Al-Qu’ran surat Ali Imran [3]:110 yang artinya “ Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan (dikeluarkan) untuk manusia,menyuruh untuk yang makruf,mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah SWT ”. Amar makruf  maknanya bisa disamakan dengan humanisasi, yang berarti bersikap memanusiakan manusia. Seperti mengajak seseorang untuk berdoa dan bersyukur kepada sang  pencipta, menghormati orang tua, ikut andil melakukan menjaga lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah sembarangan, atau memperjuangkan hak hidup rakyat dengan menciptakan sistem keamanan sosial. Makna nahi munkar  bila disandingkan merupakan sebuah liberasi artinya nahi munkar berarti memerdekakan/membebaskan manusia dari suatu jerat sistem yang merugikan hak seseorang ataupun masayarakat. Misalnya melakukan aksi pembebasan sistem yang selalu menindas rakyat miskin, seperti dalam kasus melawan dan menolak adanya kenaikan harga tarif tegangan listrik  yang banyak memberatkan dan membelengu rakyat miskin.

Pada konteks lebih dalam dan filosofis tentang berbicara secara kritis, berbicara kritis merupakan sebuah penyikapan radikal. Radik artinya akar, sehingga berpikir kritis artinya berpikir sampai ke akar suatu permasalahan dan berbicara merupakan suatu sikap mengekpresikan pemikiran yang telah dibangun sebelumya. Dengan cara  tersebut, permasalah yang telah di muncul kepermukaan dapat diselesaikan dengan sikap menilai suatu masalah sampai ke akar sehingga permasalahan yang diteggarai berharap dapat terpecahkan dan terselesaikan. Namun kenyataanya berbicara kritis dalam menanggapi masalah pada pemuda sekarang ini kadang terlihat bias, bias karena lihatlah mereka yang berorasi menuntut secara kritis setiap masalah yang ada pada negeri ini, banyak sekali menuntut namun sedikit sekali menciptakan, jikalah saya berkenan menganalogikan, sikap seperti itu tak khayal seperti anak TK yang merengek meminta permen kepada orang tuanya, ketika anak TK tersebut meminta permen kepada orang tuanya dan tidak diberi, maka jelaslah anak TK tersebut merengek menangis agar segera dibelikan permen oleh orangtuanya. Kenapa saya menganalogikan seperti anak TK? Karena umur-umur anak TK sebagaimana kita tahu, merupakan umur pertumbuhan seorang anak yang belum bisa berpikir bagaimana memecahkan masalah secara khusus sampai ke akar, namun bersikap kearah penuntutan meminta.

Berbicara secara gamblang dan kritis namun bias terhadap suatu masalah menurut saya tidak akan menyelesaikan masalah. Hal ini karena berbicara secara kritis tapi tidak sesuai dengan kenyataan sikap nilai-nila tujuan yang dibicarakan sebelumya oleh seseorang sama saja dengan pembohongan dan eksistensi seseorang atau sekedar ekspresi nilai belaka. Contohnya seperti ini, banyak pemuda kritis dilahirkan di negeri ini, ketika ada sesuatu wacana yang tidak sesuai nilai yang benar, mereka menyuarakan pendapat kritisnya bagaimana seharusnya masalah tersebut di nilai dan disikapi, tetapi pada kenyataanya mereka tidak bersikap konsisten apa yang sebelumya dibicarakan dari nilai-nilai yang diekspresikan. Sehingga munculah bias dimana tujuan dari yang di inginkan sebelumya tidak tercipta, hanya ekspresi saja yang tercipta. Lihatlah banyak pemuda pada era sekarang ini berbicara soal besar mengkritisi segala sistem yang menyimpang dari nilai yang ada, namun lihat juga banyak pemuda yang kritis tersebut malah acuh tak acuh dengan hal-hal kecil sikapnya seperti membuang sampah sembarangan, bukankah dalam Islam kritis dapat disandingkan dengan melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Saya percaya lebih baik sedikit berbicara banyak bekerja, sedikit menuntut banyak menciptakan, bergerak menyelesaikan permasalahan itu sendiri.  Bukankan kita menilai sesuatu dari bersikap bukan sekedar memperdebatkan masalah sehingga tujuan yang di harapkan terealisasi.

Tidak berbicara kritis bukan berarti apatis

Dalam mengkaji sebuah masalah yang sedang melanda, sikap memgkritisi kerap kali menjadi sebuah jalan keluar untuk menjawab masalah. Namun kenyataanya, mengkritisi secara verbal tidak selalu menciptakan hasil yang dicita-citakan sebelumya. Karena satu hal lainya kadang kali mengkritisi secara verbal terlihat seperti ekspresi nilai – nilai yang agung saja, bagaimana seharusnya bersikap. Jikalah bersikap sesuai dengan apa yang di kritisi dari nilai nilai yang dikritisi, jelaslah saya dapat menilai bahwa manusia tersebut bertanggung jawab dan konsisten dari ucapan sumpah serapahnya. Tapi lagi-lagi jika melihat alam realitas bukan alam khayalan yang imaginer pada bangsa ini, begitu banyak masalah yg melanda bangsa ini, begitu banyak orang mengkritisi dan hanya sedikit  masalah tersebut dapat disikapi terjawab bagaimana seharusnya dilakukan.

Patutlah kita banyak belajar dari sosok-sosok kritis yang tidak banyak bicara soal kekritisan namun banyak bergerak diranah melakukan. Sinta Ridwan namanya seorang mahasiswi muda yang tidak banyak bicara namun lebih banyak bergerak mengkritisi bagaimana seharusnya menjaga Aksara Sunda Kuno Nusantara, membuka kelas mengajar tanpa bayaran di Gedung Indonesia Menggugat seminggu sekali menjadi suatu hal biasa, kerja sosial yang dilakukan Sinta perlulah diteladani dengan modal semangat dan kecintaanya terhadap budaya bangsa, Sinta telah membagi ilmu pengetahuanya tanpa pamrih kepada masyarakat umum, seakan dia sadar ini sebuah kewajiban sebagai penerus budaya yang harus di lestarikan. Lalu ada lagi, Ibu Ningsih seorang yang kerap kali berbicara lugas tentang sebuah pendidikan yang teramat penting sekali sebagai fondasi karakter kemajuan bangsa, Ibu yang satu ini membangun sekolah dengan nama sekolah hijau, sekolah dengan konsep bermain sambil belajar pada kurikulum pembelajaranya. Yang harus kita ketahui, Ibu Ningsih merupakan seorang yang apa adanya, sekolahnya saja hanya lulusan SD itu-pun tak tamat. Berbicara untuk kritis saja tak mengerti, bahasa mahasiswa berat tuturnya, tapi apa yang dilakukan Ibu Ningsih luar biasa, Ibu Ningsih bersikap kritis pada suatu masalah yang menengarai lingkunganya, menciptakan sekolah gratis bagi anak-anak kurang mampu. Mereka kritis bukan? Tidak banyak berbicara banyak bekerja, jalaslah Tidak berbicara kritis bukan berarti apatis.

Mulialah seorang manusia ketika seorang tersebut membela kebenaran dan melawan  kemungkaran, banyak jalan menuju roma, banyak pula bagaimana menegakan kebenaran tersebut. berbicara Kritis salah satu jalanya. Kritis, aku berbicara, maka aku ada, merupakan sebuah ekspresi nilai-nilai yang dituang dari nilai kebenaran subjektifitas seseorang yang dianggap memiliki nilai kebenaran. Dengan mengspresikan nilai maka seseorang dianggap ada sebagai manusia, itu pun jika sikapnya sesuai dengan nilai-nilai yang dibicarakanya secara kritis, namun bagaimana jika nilai yang di bicarakan tidak sesuai dengan sikap kenyataan yang ada, jelasalah hal itu hanya sebuah ekspresi belaka dan kebohongan yang ada terhadap diri sendiri ataupun lebih jauh publik, budaya sunda mengidentifikasikanya sebagai jalma burung banyak bicara sedikit bekerja.

Mari mambangun bangsa jangan banyak menuntut tapi bergerak menciptakan, menyelesaikan problematika masalah bangsa ini. Janganlah telalu kritis untuk saling mempertahankan pendapat dengan tujuan yang sebenarnya sama mensejahterakan bangsa. Untuk apalah saling berdebat,memperjuangkan apa, berwarna bukankan lebih indah, bergerak membangun bangsa dengan caranya sendiri-sendiri. Mari maju bergerak serentak Pemuda!.

Saturday, January 26, 2013

Bandung Mitra Kota Sister Cities Braunschweig

Tepat pada tanggal 24 Mei 2012, selama kurun waktu 52 Tahun Braunschweig telah menjadi mitra Kota Bandung. Piagam persahabatan kedua kota tersebut disempurnakan setelah ditandatangani oleh  Walikota Bandung R.Prianatakusumah disaksikan oleh tokoh-tokoh Bandung  dan utusan Braunschweig, Prof. Dr. Eckert, di Bandung 24 Mei 1960. Bandung merupakan salah satu mitra kota Sister Cities Braunschweig Jerman, monument mitra kota antara Braunschweig dan Bandung berdiri tegak terlihat berada di pertigaan Jalan Wastu Kencana, Jalan Taman Sari dan Purnawarman. Sister city adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perjanjian kerjasama antar kota atau provinsi antara 2 negara untuk peningkatan perekonomian, mempromosikan kebudayaan dan menjalin kerjasama di berbagai bidang lain secara erat. Perjanjian sister city sendiri biasanya di lakukan atas dasar kesamaan dari kedua kota tersebut.

Salah satu monumen sister city di Bandung
Landasan atau dasar dari pada keinginan Kota Braunschweig dan Kota Bandung mengadakan partnership atau istilah lainya Partnerschaft ini, berpijak kepada kenyataan yang ada bahwa pada ke dua kota ini ada terdapat perguruan tinggi keguruan (Pedagogische Hochschule Braunschweig – Universitas Pendidikan Indonesia) dan Sekolah Tinggi Tehnik (Tehnische Universitat Braunschweig – Instiute Teknologi Bandung), disamping itu juga bandung memiliki iklim yang sejuk hawanya, dikelilingi alam yang indah dan secara tidak langsung Bandung terkenal karena adanya konfrensi Asia Afrika yang merupakan symbol dari kebangkitan negara-negara terjajah di kawasan tersebut di atas dalam usahanya untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Namun lebih utama dari semua persamaan itu dilandasi adanya hasrat dan minat diantara kedua warga kota Bandung dan Braunschweig untuk berkerjasama dan bersahabat.

Sekilas Sejarah Persahabatan Bandung – Braunschweig

Sesuai dengan saran dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), Prof.Dr.George Eckert yang pada waktu itu menjadi Direktor Internasionales Schulbuchinstitute di Braunschweig mengadakan hubungan dengan UPI Bandung yang pada waktu itu masih bernama P.T.P.G sekitar tahun 1950. R.S Hardjapamekas yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa Jerman di PTPG mengenal Prof.Dr. George Eckert lebih akrab dari yang lain.Hasil korespondensi beliau dengan Prof.Dr. George Eckert yelah memperoleh bantuan 1000 buah buku Pelajaran Bahasa Jerman dan buku buku tersebut telah dijadikan modal pertama perpustakaan Jurusan Bahasa jerman PTPG.

Hubungan baik dikembangkan oleh para sarjana,akhli sejarah dan pengarang buku-buku sekolah termuka kedua bangsa. Dalam bulan Mei 1957 para akhli sejarah Indonesia dan Jerman mengadakan konprensi di Braunschweig dengan bantuan dari UNESCO komisi Jerman. Wakil dari kebudayaan RI di Swis berkenan mengunjungi Seminar Pengajaran Sejarah dan pada kesempatan itu pula dikemukakan pula gagasan untuk mengadakan persahabatan dua kota antara kota Bandung dan Braunschweig yang disampaikan melalui Kuasa Usaha RI Marjoenani.

Untuk merealisir hubungan persahabatan dan kerjasama antara Kota Bandung dengan Kota Braunschweig, pada bulan Sepetember 1959 telah diadakan pertemuan secara khusus antara Duta Besar RI Dr. Zairin Zain dengan Prof.Dr. George Eckert dalam seminar tentang sejarah kebudayaan Indonesia. Kemudian secara resmi hal ini disampaikan oleh Atase Kebudayaan RI, Rochmat Hardjono kepada Oberstadtdirektor Hans Gunther Weber di Balaikota Braunschweig. Pada tanggal 18 Mei 1960 Dewan Perwakilan Rakyat Kota Braunschweig dalam suatu upacara khusus telah diresmikan persahabatan kedua Kota tersebut, ditandai dengan penandatanganan Piagam Ikatan Persaudaraan Bandung dan Braunschweig. Dari pihak Indonesia adalah Duta besar RI Dr. Zairin Zain dan dari pihak Jerman oleh Oberstadtdirektor Hans Gunther Weber dan Oberburgermeister Ny.Martha Fuchs.

3 Serangkai Jerman
Sebenarnya piagam persahabatan itu belum rampung penanda tangananya, karena Walikota Bandung yang waktu itu dijabat oleh R.prinatakusumah belum menandatanganinya. Prof.Dr.George Eckert selaku ketua Perhimpunan Jerman Indonesia cabang Indonesia yang juga Guru Besar di Pedagogische Hochschule Braunschweig telah diutus ke Bandung sebagai Duta dari Kota Braunschweig membawa piagam yang akan ditanda tangani tersebut. Pada Tanggal 2 juni 1960 dalam suatu upacara yang kidmat yang dihadiri oleh kurang lebih 300 orang tokoh masyarakat telah ditanda tangani Piagam Persahabatan Kota Bandung Braunschweig dan mulai hari itu lengkaplah sudah Piagam Persahabatan tersebut.

Maka dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa Prof.Dr.G Eckert dan R.Sobri H. mempunyai andil besar dalam merintis persahabatan antara kota Bandung – Braunschweig di samping tokoh-tokoh lainya.

*******
Sumber:

Tim Pusat Pemerintah daerah dan kadin Koyamadya DT II Bandung . 1985. Sekilas Tentang kota Bandung. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Hal.62-65

True Colors. 2011. Braunschweig, mitra Kota Bandung . Dimuat di .http://uwiedama.blogspot.com/2011/04/braunschweig-mitra-kota-bandung.html. Diakses 13 April 2011

Yanuar Farhanditya 2010. Sister City di Indonesia . Dimuat di .http://asikunik.blogspot.com/2010/06/sister-city-di-indonesia.html. Diakses 20 Juni 2010

Kartodiwirio, Sudarsono.Katam.2006. Bandung, Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah Bandung

Friday, January 25, 2013

Meng(Hargai)

 
Rumit tak teratur suasananya, gaduh. Suara lengkingan corong kendaraan itu memuntahkan suara khasnya tanpa ampun tak berkesudahan. Nampak jelas suaranya bernada satu perdua ketukan drum yang dipukul teratur khas Alan Reni drummer The Stone Roses pada lagu don,t stop. Seketika itu dengan rasa penasaran kutengok kokpit kendaranya, pengemudinya seorang manusia berbahasa skronmarvakloew  ternyata, entah apa yg diteriakanya, napas tersengal, tenaga terkuras nyatanya. Duaratus duapuluh lima detik penantian angka merah yang ditunggunya habis sudah.  Pantas saja kijang omprengan dengan nama jelas “Angkutan Kota” mogok tak malaju menghalangi kendaranya, ketika lampu  hijau bertanda akan maju, klakson kendaraanya terus menggerutu.

Sekelumit kisah diatas menggambarkan bagaimana sikap toleransi haruslah di terapkan dalam bersikap. Menjadi manusia yang menghargai manusia lain jelaslah kodarat  manusia sebagai mahluk sosial, bukankah manusia menjadi manusia karena manusia lain? nyatanya hidup sendiri walau bergemilangan harta tak mungkin bisa hidup lama, sebuah neurotik utopianimse jikapun ada. Film Cast Away yang diperankan Tom Hanks dapat kita telik, tinggal beberapa tahun tanpa manusia lain di pulau terpencil saja membuat Tom Hanks jadi gila. Jalas Tuhan Yang Maha Kuasa mentakdirkan manusia untuk hidup bersosial dengan manusia lain sesamanya bukan bersosialita bersekat menyekat.

Banyak masalah timbul dari berbagai macam kegiatan yang di akibatkan kurangnya rasa menghargai antar sesama. Terlalu memikirkan diri sendiri, bersikap egois merupakan akar permasalahanya. Ini digambarkan dari sikap berbagai kelas masyarakat sosial yang ada di Indonesia. Sopir angkutan umum terkadang terlalu egois memikirkan kepentingan dirinya dengan berhenti seenaknya di tengah jalan, tidak memikirkan orang lain,  tidak ada toleransi sama sekali, sehingga hak pengguna jalan raya lainya kerap terabaikan. Begitupun dengan sikap para perangkat pejabat pemerintah yang agung, duduk manis dikursi kekuasaan yang bergelimangan harta dari hasil curahan keringat rakyat bangsanya, namun kontra produktif dengan apa yang dihasilkan, menyoal lebih mementingkan kepentingan dirinya di banding rakyatnya. 

Padahal jelas peran pejabat pemerintah adalah sebagai wakil rakyat di perlamen, memerdekakan dan menyuarakan hak rakyat yg terbelenggu tirani lingkaran setan merupakan tugasnya. Ah tapi itu cuman isi bahasan beberapa teori-teori dalam setumpuk kertas berpasal-pasal yang diam, aparatur pemerintah kita tetaplah masyarakat bibir yang nyinyir, menyuarakan jargon-jargon kesejahteraan yang akan usang dengan jalanya waktu nanti. Ini bukan sekedar suara dan menyuarakan, buktinya bagaimana kesejahteraan rakyat di negeri timur indonesia. Rakyat hidup dengan kemampuan dirinya sendiri tanpa hadirnya pemerintah, pendek kata rakyat dibiarkan berjuang sendirian, tidak ditemani, dibina, didukung tapi justru di peras. Lihat saja bagaimana kinerja para menteri dan dinas dinas secara umum, apa mereka turun kelapangan dan mengawal pemberdayaan, ataukah sudahkah mereka menjadi mahluk yang bijak bertoleran yang menghargai antar sesama mahluknya dan menghargai hidup sesama bernegara. Kiranya rumput yang bergoyang ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya bisa menjawabnya.

Pesan dari Sondang Hutagalung

Menjadi sebuah hal yang nyata ketika rasa menghargai terpuruk di negeri yang dikenal ramah tamah ini. Suatu pesan kiranya bisa menjadi sebuah gambaran jelas, bagaimana hubungan toleransi antara pemerintah dan rakyatnya terjalin.  Sondang Hutagalung seorang aktivis mahasiswa Universitas Bung Karno membakar dirinya sendiri. Melakukan sesuatu yang jarang dan dianggap tabu dilakukan di negara ini, jika putus asa dosa, maka bunuh diri haram hukumnya. Namun ada sebuah pesan yang bisa kita tangkap dari apa yang dilakukan sondang, sebuah akumulasi kekecewaan dan kepenatan dari seorang individu atas pemerintah yang tidak memperhatikan rakyatnya. Sondang merupakan sebuah simbol  petanda atas ketidak pekaan pemerintah atas setiap permasalahan yang menderap banyak rakyatnya.

Dibutuhkan sikap  yang tegas  dari pemerintah atas fenomena yang terjadi ini, ialah perenungan diri bagaimana seharusnya kebijakan pemerintah (green design) selanjutnya dapat memanusiakan manusia untuk hidup. Patutlah ini menjadi sebuah renungan bagi semua pihak yang memiliki kewenangan, mari membaca dengan cerdas pristiwa ini dengan nalar dan nurani, khusunya bagi pemerintah yang berkuasa. Cukup jangan ada sondang lainya lagi, semangat heroik yang dimiliki rakyat Indonesia adalah semangat kepahlawanan untuk kemasalahatan bukan mencari jalan pintas tanpa dipikir panjang, jangan sampai muncul tren prilaku menyakiti diri dengan berkorban dan memiliki semangat heroik dengan bunuh diri, hargailah diri sendiri, bangun semuanya dengan open minded, cara bersikap membangun bangsa, menghargai perbedaan ataupun mengkritisi pemerintah yang ada. Sehingga dengan cara yang sopan dan santun, kedamaian akan muncul.

Hargailah kemajuan negeri  ini, yakinlah tidak ada negara yang sukses  maju di dunia , faktanya setiap negara memiliki kebobrokan dan masalahnya sendiri. Mari menghargailah bangsa ini, Mulailah dari hal yang terkecil menulis menyuarakan opini pemecahan, bukan malah mengeluh dengan keadaan negara ini, mengucapkan sumpah serapah yang tanpa makna dan dangkal bukan pemecahan. Jika manusia adalah hewan yang berpikir, maka perlulah berpikir seperti manusia yang berpikir manusia, bukan tidak berpikir seperti hewan.

Bertoleransilah pada setiap perbedaan dan kenyataan yang ada, menghargai  dalam rangka  membangun bangsa. Tidak ada yang tidak berguna di dunia ini, sikap Sondang Hutagalung telah menyalakan alarm untuk membuat kita terbangun, untuk lebih saling bertoleran terhadap sesama, untuk lebih mengetatkan ikatan lebih erat,untuk bersatu melawan tirani. Marilah kita renungi makna ini. Banyak kepenatan dan kekecewaan  yang ada pada masyarakat terhadap pemerintah, peran mahasiswa sebagai agen of change patutlah bergerak, dalam makna agen perubahan terkandung betapa seorang mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian terhadap  lingkunganya, masyarakatnya terlebih bagi bangsa dan bernegara. Banyak cara dapat dilakukan, Jika punya materi lebih bantulah bangsa ini dengan materi, jika materi tak ada bantulah dengan tenaga, dan jikapun materi dan tenaga tidak ada bantulah dengan opini pemecahan masalah.

Mari membangun bangsa yang maju, bukankah bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai  pahlwan dan sejarahnya. Mari menghargai segala sesuatu yang ada. Nampaknya bukanlah sebuah utopia jika Indonesia akan menjadi negara termaju didunia, jika semua warga Indonesia menghargai dan bertoleransi pada sesama warganya. Semangat bersatu maju Indonesia. Youth can do it!.

Thursday, January 24, 2013

Raden Dewi Sartika


gg
Raden Dewi Sartika
Suatu pagi yang cerah berawan di awal bulan Mei tepatnya tanggal 8 Mei 2011. Matahari terlihat cukup cerah dan langit biru tampak berawan menutupi matahari, terasa pagi itu akan turun hujan di kota Bandung, namun semangat untuk menulusuri sejarah salah satu Pahlawan pelopor pendidikan di Indonesia Raden Dewi Sartika membuat seakan-akan angin sepoi-sepoi menyambut suasana pagi gembira mengalahkan cuaca yang terlihat kurang mendukung. Dari kejauhan terlihat penduduk komunitas Aleut! Telah berkumpul di halaman depan Gedug Merdeka  yang dalam sejarah zaman kolonial Hindia Belanda dahulu dikenal dengan nama Schouwburg tempat di selenggarakanya berbagai pertunjukan kesenian bagi kalangan elite Societeit Concordia.Di halaman Gedung Merdeka , tempat para pecinta pariwisata dan apresiasi sejarah berkumpul, merupakan tempat titik awal yang telah direncanakan untuk memulai trip pariwisata sejarah bertema pelopor pendidikan Raden Dewi Sartika, perjalanan di mulai dengan berjalan menelusuri jalan gang ke arah Jl. Dalem Kaum, tepatnya di antara bangunan Savoy Homan dan bangunan toko De Vries, sedikit tentang jalan antara hotel Savoy Homan dan toko De Vries, pada masa kolonial jalan tersebut merupakan jalan yang memisahka antara bagian utara yang ditempati oleh bangsa Penjajah Eropa dan bagian selatan yang di tempati oleh para pribumi, hal ini menggambarkan diskminatifnya bangsa penjajah terhadap pribumi dengan melakukan penyekatan wilayah-wilayah dengan tidak diperbolehkanya di singgahi pribumi di bagian utara Bandung.

Lanjut kearah jalan dalem kaum tepatnya di suatu jembatan sungai cikapundung, jembatan ini mempunyai sejarah yang cukup menarik pada masa lalu, dikisahkan ketika patih Bandung yang tidak lain bapak Raden Dewi Sartika bernama Raden Rangga Somanegara tidak puas atas terpilihnya Raden Adipati Aria Martanegara sebagai Bupati Bandung ke 10 menggantikan R.A Kusumadilaga yang sakit. Ketidak puasan Raden Rangga Somanegara dipicu karena adanya politik yang dilancarkan Residen Priangan dibawah L.J.D Harders yang mencium gelagat sikap kurang proaktif di dalam tubuh R. Rangga Somanegara apabila terpilih menjadi Bupati Bandung, dengan alasan itulah pemerintahan kolonial Hindia Belanda dibawah Residen Priangan mengurungkan niatnya memilih R.Rangga Somanegara menjadi Bupati bandung menggatikan R.A Kusumadilaga. Padahal seharusnya secara struktural R.Rangga Somanegara-lah yang berhak mengemban jabatan sebagai Bupati Bandung kala itu, hal tersebut beralasan karena jabatan patih Bandung memamang pantas menggantikan posisi bupati Bandung yang kala itu didera sakit panjang, yang  pada akhirnya meninggal, pasalnya apabila terjadi sesuatu hal yang memerlukan penggantian bupati, otomatis patihlah yang berhak menggantikan jabatan Bupati, itu di karenakan jabatan patih merupakan wakil bupati pada masa tersebut.
Raden Adipati Aria Martanegara
Pada perjalanan sejarahnya akhirnya R.A.A Martanegaralah yang terpilih menjadi Bupati Bandung seorang keturunan darah Sumedang anak dari Raden Kusumahyuda, cucu Pangeran Kornel yang merupakan bupati Bandung XII (1791-1892). Karena ketidak puasan itulah akhirnya R.A Somanegara merencanakan pemberontakan melakukan aksi perlawanan bersama kerabatnya terhadap Gubenerman dan Bupati Bandung yang baru dengan melakukan perencanaan peledakan jembatan cikapundung menggunakan 2 ikat dinamit masing-masing berisi 90 batang yang telah direncanakan sebelumnya. Runtuhlah ketika itu jembatan cikapundung sehingga menciptakan suara letusan dasyat yang sampai terdengar ke Pendopo Dalem, ketika itu kabarnya Bupati  R.A.A Martanegara sedang menyelenggarakan acara syukuran atas terpilihnya menjadi bupati Bandung baru. Tak khayal suasana panik pun terjadi di syukuran tersebut.

Setelah menguak cerita cukup panjang di jembatan cikapundung di jalan Dalem Kaum, perjalanan berlanjut ke arah jalan pasundan. Ketika zaman dahulu jalan pasundana merupakan wilayah Regol,  kata regol berasal dari “Regal” yang berarti bersifat kebangsawanan, regol sendiri merupakan suatu istilah yang berada di pusat pemerintahan, dengan arti demikiaan wilayah regol dapat menggambarkan bahwa dahulu wilayah regol (sekarang Jalan pasundan) merupakan tempat tinggal para abdi kaum yang tinggal pada wilayah pusat pemerintahan Bandung, yang kala itu berada di antara bangunan pendopo Bandung tempat bupati Bandung menetap dan menjalankan kekuasaan di wilayahnya.

Perjalanan akhirnya melanjut ke arah jalan Dewi Sartika, cuaca mulai tidak mendukung, hujan rintik- rintik pun mulai turun, tapi semangat mengapresiasikan sejarah Komunitas Aleut! Tidak padam, di tengah perjalanan di jalan Dewi Sartika, tampak bagian belakang pendopo Bandung terlihat, ornamen gada yang merupakan ciri khas arsitektur Ir.Soekarno nampak di atas bangunan tersebut, sedikit menggambarakan ornamen gada merupakan senjata Bima atau Werkudara pada tokoh perwayangan salah satu bagian tokoh dari Pandawa Lima yang di gemari Ir Soekarno. Oleh sebab itulah Soekarno  selalu memberikan sentuhan ornemen gada pada arsitektur bangunan yang di buatnya.

Perjalanan selanjutnya dilanjutkan ke jalan Kautamaan Istri yang merupakan tempat berdirinya sekolah Istri yang di bangun oleh Dewi Sartika pada tahun 1905  dengan dana tabungan pribadinya di bantu dana Bupati R.A.A Martanegara. Sekolah yang dibangun Dewi Sartika mempunyai sejarah panjang pada masa-kemasa di mulai pada tahun 1904 dengan nama sekolah Istri bertempat sementara di  ruangan Paseban Barat di halaman depan rumah bupati Bandung dengan murid berjumlah 60 orang siswi dan tiga orang tenaga pengajar yaitu Dewi Sartika sendiri dan dua saudara misanya yaitu, Nyi Poerwa dan Nyi Oewit. Persisnya pada tahun 1905 karena ruangan tidak lagi dapat menampung jumlah siswi yang bertambah sekolah tersebut di pindahkan ke jalan Ciguriang- Kebon Cau (sekarang:Jalan Kautamaan Istri) sekolah dibangun dengan nama sekolah yang sama yaitu Sakola Kautamaan Istri.  Barulah ketika tahun 1910 sekolah yang di bangun Dewi Sartika berubah menjadi yayasan, hal ini bertujuan untuk mengembangkan sekolah bumi putera yang di bangun oleh Dewi Sartika dengan bantuan himpunan dana dari pihak-pihak yang ingin menyumbang dana bagi pengembangan sekolah bumi putera istri, akhirnya dengan berubahnya sekolah menjadi berlandaskan yayasan sekolah isri berubah namanya menjadi Sakola Kautamaan Istri.

Yayasan perkumpulan kautamaan istri yang dipimpin oleh istri Residen Priangan dalam waktu singkat membuhkan hasil,  sehingga dari dana yang di himpun yayasan, yayasan Kautamaan Istri dapat mendirikan cabang Sakola Kautamaan Istri di daerah Sumedang, Cianjur, Sukabumi ,Tasikmalaya,Garut,Purwakarta dan sebagainya. Pada tahun 1929 bersamaan genap usia 25 tahun berdirinya Sekola Kautamaan Istri. Pemerintah Hindia Belanda memberi hadiah berupa sebuah gedung baru yang permanen. Pada perayaan peresmian gedung baru itu, nama Sakola Kautamaan Istri diumumkan berganti menjadi Sekola Raden Dewi. Pada perkembanganya pada zaman penjajahan Jepang Sakola Raden Dewi berganti nama menjadi Sekolah Gadis no 29.
Sekolah Kautamaan Istri
Sampai setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 Sekolah Rakyat Gadis no.29 masih tetap dibuka, tetapi menjelang meletusnya perang kemerdekaan sekolah istri-pun ditutup.pada masa setelah kemerdekaan tepatnya tanggal 17 April 1951 dibentuklah sebuah yayasan kembali dengan nama Yayasan Dewi Sartika. Di awal pembentukan yayasan Dewi Sartika, Sekolah Dewi Sartika dijadikan sekolah Guru Bawah (SGB) namun hal ini tidak bertahan lama karena Surat Keputusan Mentri Pendidikan Dasar pada saat itu untuk menghapuskan Sekolah Guru Bawah, maka Sekolah Dewi Sartika berganti menjadi Sekolah Kepandaiaan Puteri (SKP) Dewi Sartika.Lalu pada tahun 1963 SKP berubah nama menjadi Sekolah Kejuruan Kepandaian  Puteri (SKKP) Dewi Sartika lalu pada perkembangan selanjutnya akhirnya Tahun 1968 Yayasan Dewi Sartika mendirikan sekolah dasar yang dinamakan sekolah SD Dewi Sartika di tempat yang sama sampai sepuluh tahun berikutnya pada tahun 1978, Yayasan Dewi Sartika membentuk sekolah menengah pertama yang dinamakan SMP Dewi Sartika sampai sekarang.

Pada masa Bandung Lautan Api tahun 1946, pada masa itu Mentri Petahanan Republik Indonesia Mr.Amir Syarifuddin mengumumkan perintah agar semua penduduk pribumi di Bandung mengungsi ke wilayah Bandung selatan sampai ke luar kota Bandung, karena pada saat itu kota Bandung akan di bumi hanguskan. Dengan kejadiaan itu akhirnya Dewi Sartika bersama anak dan cucu pergi mengungsi ke ciparay, kemudian melanjutkan perjalanan ke Garut dilanjut ke daerah antara kota Tasikmalaya dan Ciamis yaitu Desa Cineam. Dalam pengungsiaan ini Dewi Sartika merasa sedih dan prihatin memikirkan sekolah dengan susah payah ia perjuangakan.Akhirnya pada tanggal 11 September 1947 Dewi Sartika di panggil Yang Maha Kuasa, karena sakit yang diderita olehnya, Kemudiaan dalam suatu upacara pemakaman yang sederhana, Dewi Sartika dimakamkan di Pemakaman Cigagadon Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tibalah sampai tiga tahun kemudian, persisnya pada tahun 1950, kerangkanya dipindah dan dimakamkan kembali di Komplek Pemakaman Bupati Bandung di jalan Karang Anyar Bandung.

Melihat sejarah Dewi Sartika dalam dunia pendidikan, Dewi Sartika merupakan tokoh wanita yang  membentuk para wanita indonesia di masa lalu hingga masa kini, melalui berbagai kegiatan pendidikan yang diperjuangkan sejak tahun 1904. Prinsip yang sejak dahulu ditanamkan kepada anak didiknya dulu menjadi kenyataan bahwa “Ari jadi awewe kudu sagala bisa!” telah terbukti nyata pada zaman sekarang.

Wednesday, January 23, 2013

Jika Bandung Lupa Sungai

Menyamakan Bandung dengan Paris akan membuat sungai Seine kecewa bila di bandingkan dengan Cikapundung(Richard & Sheila Bannet)
Richard dan Sheila Bannet, yang sempat tinggal di kota Bandung sekitar tahun 1980 memberikan sebuah kesan berupa bentuk kecintaan sekaligus keprihatinan akan sungai Cikapundung,pasangan dari Inggris tersebut melalui bukunya Bandung&Beyond menuliskan kesan kekecewaan yang menyatakan kerusakan ekosistem Sungai Cikapundung dari tahun ketahun, walaupun terasa pahit terdengar, namun pernyataan objektif pasangan Inggris ini perlu kita terima dengan lapang dada,karena hal tersebut diakbiatkan ulah kita sendiri yang tidak mampu merawat dengan baik lingkungan DAS (Daerah Aliran Sungai) Cikapundung yang tak lain merupakan nadi sebuah kota Bandung.

Sebuah Sejarah dan Perjalanan

Suatu toponimi adalah nama dari tempat, wilayah, atau suatu bagian lain dari permukaan bumi, termasuk yang bersifat alami (seperti sungai) dan yang buatan (seperti kota). Penamaan beberapa sungai di Kota Bandung pada sejarahnya banyak mengambil dari nama-nama pohon yang tumbuh di alam sekitar wilayah tersebut, seperti  nama Sungai Citarum berasal dari kata tarum ‘Indigofera spec’ atau Tarum areuy ‘Marsedenia tinctoria R.BR’, ataupun Sungai Cikapundung, berasal dari nama sebuah pohon kapundung ‘atau (ke)mundung (terutama Baccaurea racemosa (Reinw.) Muell. Arg.; juga B. javanica dan B. dulcis) adalah pohon buah asam-manis seukuran kelereng (menteng dalam bahasa Indonesia) Sekilas buah menteng mirip dengan buah dukuh namun tajuk pohonnya berbeda.

Pohon Kapundung
Sedikit membayangkan bahwa  penamaan  nama Cikapundung mungkin diambil dari sebuah nama pohon kapundung yang berada di hutan Gunung Bukit Tunggul, karena  Sungai Cikapundung berasal dari mata air yang berada di Gunung Bukit Tunggul yang kemudian membentuk Outlet dan bersatu membentuk sungai Cikapundung. Sungai ini mengalir melewati kawasan hutan lindung yang di dominasi oleh tumbuhan pinus dan kawasan perkebunan kina. setelah itu sungai mengalir menuju Kampung Cikapundung, lalu aliran sungai dilanjutkan sampai bertemu dengan anak sungai Cisarua di Desa Cibodas,kecamatan lembang dan anak sungai Cigulung di kawasan wisata Maribaya, yang terletak di Desa Langen Sari Kecamatan Lembang. Selanjutnya aliran sungai menuju ke kawasan Hutan Lindung Taman Insinyur Haji Djuanda atau bisa dikenal dengan kawasan Dago pakar, kemudian arah aliran sungai menuju ke arah hilir yang telah terdapat banyak pemukiman penduduk, yaitu Babakan Siliwangi,Melong,By pass sampai menuju ke arah desa Bojong Soang dan akhirnya bertemu dengan aliran sungai Citarum.

Potret kecil Cikapundung

Sampah Cikapundung
Orang tua dulu banyak bercerita hingga tahun 1970-an, masyarakat sekitar pinggiran sungai Cikapundung masih menfungsikan aliran Sungai sebagai sarana kehidupan, banyak warga sekitar mempergunakan Cikapundung untuk mandi, mencuci,memancing dan tempat bermain anak-anak untuk berenang, sementara sumber -sumber mata airnya digunakan masyarakat untuk air minum,memasak dan berwudhu. Namun itu hanya cerita dulu,kenyataanya Sungai Cikapundung yang merupakan ikon kota Bandung pada masa sekarang sangat tidak terawat keadaanya,hal itu dapat dilihat dengan mata telanjang warna air sungai yang keruh kotor ataupun sampah rumah tangga yang banyak bertebaran di dasar sungai.
Kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai masih menjadi sebuah persoalan utama di bantaran sungai Cikapundung, dapat juga kita hirup DAS Cikapundung , hal ini mungkin di akibatkan banyaknya bakteri yang ada pada air Sungai Cikapundung, bagaimana tidak, pada perjalanan Aleut! mejelajahi Sungai Cikapundung (Start babakan Siliwangi) sampai Curug Dago, pada bantaran sungai banyak terdapat rumah-rumah warga yang padat dan berdempetan tinggal di sisi Sungai Cikapundung membelakangi sungai.
fakta tersebut mengambarkan bagaimana kotoran mahluk hidup manusia dapat dibuang sewaktu-waktu tanpa rasa tanggung jawab pada sungai, ataupun pada kasus lain jika melirik agak ke hulu Cikapundung, pencemaran Sungai Cikapundung oleh kotoran sapi sudah menjadi suatu masalah serius, sebagian besar limbah tersebut  yang berasal dari lembang kabupaten Bandung Barat dibuang langsung ke Cikapundung.Imbasnya sungai yang membelah Kota Bandung itu semakin kotor dan membahayakan kesehatan karena disinyalir tercemar bakteri E-Coli.Apalagi disinyalir air sungai Cikapundung yang tercemar tersebut, telah merembes kesumber sumber air bersih warga yang tinggal di dekat sungai.

Pelesiran Cikapundung sebagai Refleksi

Penanganan Sungai Cikapundung tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi harus dilakukan Berkesinambungan dalam program dari hulu ke hilir, selain hal itu juga, penanganan Cikapundung harus dapat melibatkan sebanyak mungkin intansi dan masyarakat, masyarakat bantaran sungai cikapundung sebaiknya di berikan suatu bentuk pengarahan bahwa sungai merupakan sumber kehidupan manusia dalam kehidupan,juga pentingnya budaya hidup bersih dan sehat yang belum dipahami secara merata oleh masyarakat sekitar.
Bila di sederhanakan, masalah cikapundung adalah masalah sampah, jika tidak ditangani secara sungguh-sungguh, dalam waktu tahun-ketahun yang akan datang, kondisi Cikapundung akan semakin terpuruk. Sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan masyarakat Kota Bandung dalam mengingat,menjaga dan menghargai Sungai Cikapundung diantaranya menciptakan Sungai Cikapundung Sebagai tempat pelesiran, sedikit mengandai-andai apabila Sungai Cikapundung dijadikan tempat pelesiran yang dikemas secara menarik, sehingga banyak orang berduyun duyun ingin melakukan pelesiran Cikapundung, warga bantaran Sungai Cikapundung pun mendapat getah pemasukan lebih,entah dari makanan yang mereka jual,penginapan,ataupun keramba keramba ikan yang dapat mereka ternakan di sungai.Yah mungkin itu harapan  semata, namun fakta membuktikan  Pada Perjalanan bersama Aleut! Minggu (26/6)2011 bertema menjelajah Sungai Cikapundung- Curug Dago, banyak objek yang menjadikan perjalanan ini menarik untuk dijadikan wisata edukasi dan rekreasi ekonomis, diantaranya:

Pothole

Pada sekitar DAS Cikapundung, diantara daerah babakan Siliwangi dan Curug dago, dapat ditemukan beberapa  Pothole,Pothole adalah batuan pada dasar sungai yang berbentung lubang-lubang yang terbentuk melalui proses erosi,Awal dari proses pembentukan pothole, menurut von Engeln adalah sebagai berikut :
Ketika sungai mempunyai batuan dasar yang teksturnya tidak seragam, atau mempunyai kekar dan bidang lemah lainnya, maka sebuah cerukan kecil mungkin terbentuk karena erosi, atau akibat adanya bagian/framen yang terlepas. Cerukan ini selanjutnya dapat menjadi tempat berhenti sementara bagi butiran yang agak kasar yang tidak mampu diangkut arus. Butiran/fragmen ini tidak diam dan mengendap, tetapi tetap bergerak karena pengaruh arus, dan membentuk gerakan memutar. Gerakan memutar ini disebabkan kekuatan arus yang tidak cukup kuat membawa butiran tetapi cukup untuk mengangkat dan menggerakkan butiran ini. Proses ini yang memperlebar dan memperdalam cerukan awal, yang selanjutnya akan semakin banyak butiran/fragmen yang berhenti disini.

Terowongan Cibarani

Terowongan Cibarani dapat terlihat meyerupai Lorong dengan panjang kira-kira 100 meter  yang di buat pada masa Hindia Belanda, lorong ini dipergunakan sebagai saluran air Sungai Cibarani.pada tata letaknya, lorong yang tingginya 1,5 meter  dengan tinggi air selutut  ini menembus menerobos sebuah bukit batu sebagai  jalan aliran airnya. Pada ujung terowongan kearah barat laut, nampak terlihat bekas pelakat tertempel  dibangunya lorong sungai tersebut.

Watervang Cilimus

Merupakan sebuah pintu air yang di buat Belanda pada masa penjajahan di Indonesia, terlihat pada plakat dengan nama Watervang Cilimus, sangat disayangkan sekali pintu air ini sudah tidak digunakan lagi sekarang, namun tetap saja bangunan ini berfungsi sebagai objek berfoto yang cukup menarik.

Curug Dago

Terletak di ketinggian sekitar 800 m di atas permukaan laut, Curug Dago juga menyimpan jejak sejarah bagi Kerajaan Thailand. Tak jauh dari lokasi air terjun, terdapat dua prasasti batu tulis peninggalan sekitar tahun 1818. Menurut para ahli sejarah, kedua prasasti tersebut konon merupakan peninggalan Raja Rama V (Raja Chulalonkorn) dan Raja Rama VII (Pradjathipok Pharaminthara) yang pernah berkunjung ke Curug Dago.


Tinggi air terjun ini memang tidak setinggi Curug Omas di obyek wisata Maribaya, yang memiliki ketinggian 35 meter. Curug Dago hanya memiliki ketinggian lebih kurang 10 meter. Namun karena terjunan air jatuh ke dalam sebuah rongga yang terbentuk oleh batu-batu besar sehingga suara gemuruh air sangat terdengar jelas dari kejauhan.

Sungai adalah nadi bumi, selamatkan Cikapundung!! Dengan semangat perubahan sebagai sikap kepedulian sosial terhadap salah satu ikon kota Bandung, penulis berharap munculnya kesadaran warga Bandung khusunya yang tinggal di sekitar bantaran sungai, agar memperlakukan sungai dengan baik, karena Bandung milik warga yang tinggal di Bandung, jika di analogikan seperti rumah kita sendiri, ada kalanya kitapun akan menjaga,membersihkan dan merawat rumah dengan baik karena rasa kepemilikan rumah,untuk itu mari menjaga Sungai Cikapundung, karena Bandung milik penduduk yang tinggal di Bandung.
Sumber:

 Hutagalung, Ridwan dan Taufanny Nugraha.(2008).Braga Jantung parijs van java.Bandung: Ka bandung

Muhammad Febryan Nugroho. 2011. Pothole Sungai Citarum. Dimuat di http://febryannugroho.wordpress.com/2011/02/26/pothole-sungai-citarum.html Diakses: 26 Februari 2011.

Indra Kh. 2007. Curug Dago, Air Terjun yang Terlupakan. Dimuat di http://indrakh.wordpress.com/2007/04/09/curug-dago-air-terjun-yang-terlupakan.Diakses:  9 April 2007.

Sunda Samanggaran.2009. “BANDUNG“ NAMA POHON YANG TERLUPAKAN http://sundasamanggaran.blogspot.com/2009/08/bandung-nama-pohon-yang-terlupakan.html Diakses : 30 Agustus 2009

http://id.wikipedia.org/wiki/Menteng