Kritis dalam prespektif berbicara merupakan sebuah upaya untuk
berani menilai sesuatu masalah, bermakna tidak lekas percaya, selalu
menemukan kesalahan, ada rasa keingin tahuan, dan tajam menganalisa.
Misal ketika seminar, peserta seminar mengkritisi
moderator yang terlihat tidak mengedepankan terlebih dahulu hak-hak
peserta seminar dalam sesi tanya-jawab yang di buka oleh nara sumber
seminar. Secara sederhananya kritis berbicara adalah suatu sikap berani
mengungkapkan suatu nilai, termasuk memberikan saran dan solusi untuk
dijadikan tujuan akhir upaya menjawab sesuatu masalah. Jikalah kita
berani menilai sikap seseorang, secara tidak langsung kita telah
mempraktikan nilai-nilai kritis tersebut. Disamping itu sikap kritis
berarti berani menilai sesuatu yang tidak sesuai dengan yang seharusnya
terjadi dengan kenyataan yang seharusnya ada.
Kritis dalam kacamata Islam dimaknai sebagai amar makruf dan nahi munkar artinya
sikap kritis merupakan suatu perintah untuk melakukan kebajikan dan
mencegah kemungkaran sebagaimana dijelaskan oleh salah satu Ayat Suci
Al-Qu’ran surat Ali Imran [3]:110 yang artinya “ Kamu adalah umat
terbaik yang dilahirkan (dikeluarkan) untuk manusia,menyuruh untuk yang
makruf,mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah SWT ”. Amar makruf
maknanya bisa disamakan dengan humanisasi, yang berarti bersikap
memanusiakan manusia. Seperti mengajak seseorang untuk berdoa dan
bersyukur kepada sang pencipta, menghormati orang tua, ikut andil
melakukan menjaga lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah
sembarangan, atau memperjuangkan hak hidup rakyat dengan menciptakan
sistem keamanan sosial. Makna nahi munkar bila disandingkan merupakan sebuah liberasi artinya nahi munkar
berarti memerdekakan/membebaskan manusia dari suatu jerat sistem yang
merugikan hak seseorang ataupun masayarakat. Misalnya melakukan aksi
pembebasan sistem yang selalu menindas rakyat miskin, seperti dalam
kasus melawan dan menolak adanya kenaikan harga tarif tegangan listrik
yang banyak memberatkan dan membelengu rakyat miskin.
Pada
konteks lebih dalam dan filosofis tentang berbicara secara kritis,
berbicara kritis merupakan sebuah penyikapan radikal. Radik artinya
akar, sehingga berpikir kritis artinya berpikir sampai ke akar suatu
permasalahan dan berbicara merupakan suatu sikap mengekpresikan
pemikiran yang telah dibangun sebelumya. Dengan cara tersebut,
permasalah yang telah di muncul kepermukaan dapat diselesaikan dengan
sikap menilai suatu masalah sampai ke akar sehingga permasalahan yang
diteggarai berharap dapat terpecahkan dan terselesaikan. Namun
kenyataanya berbicara kritis dalam menanggapi masalah pada pemuda
sekarang ini kadang terlihat bias, bias karena lihatlah mereka yang
berorasi menuntut secara kritis setiap masalah yang ada pada negeri ini,
banyak sekali menuntut namun sedikit sekali menciptakan, jikalah saya
berkenan menganalogikan, sikap seperti itu tak khayal seperti anak TK
yang merengek meminta permen kepada orang tuanya, ketika anak TK
tersebut meminta permen kepada orang tuanya dan tidak diberi, maka
jelaslah anak TK tersebut merengek menangis agar segera dibelikan permen
oleh orangtuanya. Kenapa saya menganalogikan seperti anak TK? Karena
umur-umur anak TK sebagaimana kita tahu, merupakan umur pertumbuhan
seorang anak yang belum bisa berpikir bagaimana memecahkan masalah
secara khusus sampai ke akar, namun bersikap kearah penuntutan meminta.
Berbicara
secara gamblang dan kritis namun bias terhadap suatu masalah menurut
saya tidak akan menyelesaikan masalah. Hal ini karena berbicara secara
kritis tapi tidak sesuai dengan kenyataan sikap nilai-nila tujuan yang
dibicarakan sebelumya oleh seseorang sama saja dengan pembohongan dan
eksistensi seseorang atau sekedar ekspresi nilai belaka. Contohnya
seperti ini, banyak pemuda kritis dilahirkan di negeri ini, ketika ada
sesuatu wacana yang tidak sesuai nilai yang benar, mereka menyuarakan
pendapat kritisnya bagaimana seharusnya masalah tersebut di nilai dan
disikapi, tetapi pada kenyataanya mereka tidak bersikap konsisten apa
yang sebelumya dibicarakan dari nilai-nilai yang diekspresikan. Sehingga
munculah bias dimana tujuan dari yang di inginkan sebelumya tidak
tercipta, hanya ekspresi saja yang tercipta. Lihatlah banyak pemuda pada
era sekarang ini berbicara soal besar mengkritisi segala sistem yang
menyimpang dari nilai yang ada, namun lihat juga banyak pemuda yang
kritis tersebut malah acuh tak acuh dengan hal-hal kecil sikapnya
seperti membuang sampah sembarangan, bukankah dalam Islam kritis dapat
disandingkan dengan melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Saya
percaya lebih baik sedikit berbicara banyak bekerja, sedikit menuntut
banyak menciptakan, bergerak menyelesaikan permasalahan itu sendiri.
Bukankan kita menilai sesuatu dari bersikap bukan sekedar memperdebatkan
masalah sehingga tujuan yang di harapkan terealisasi.
Tidak berbicara kritis bukan berarti apatis
Dalam
mengkaji sebuah masalah yang sedang melanda, sikap memgkritisi kerap
kali menjadi sebuah jalan keluar untuk menjawab masalah. Namun
kenyataanya, mengkritisi secara verbal tidak selalu menciptakan hasil
yang dicita-citakan sebelumya. Karena satu hal lainya kadang kali
mengkritisi secara verbal terlihat seperti ekspresi nilai – nilai yang
agung saja, bagaimana seharusnya bersikap. Jikalah bersikap sesuai
dengan apa yang di kritisi dari nilai nilai yang dikritisi, jelaslah
saya dapat menilai bahwa manusia tersebut bertanggung jawab dan
konsisten dari ucapan sumpah serapahnya. Tapi lagi-lagi jika melihat
alam realitas bukan alam khayalan yang imaginer pada bangsa ini, begitu
banyak masalah yg melanda bangsa ini, begitu banyak orang mengkritisi
dan hanya sedikit masalah tersebut dapat disikapi terjawab bagaimana
seharusnya dilakukan.
Patutlah kita banyak belajar dari
sosok-sosok kritis yang tidak banyak bicara soal kekritisan namun banyak
bergerak diranah melakukan. Sinta Ridwan namanya seorang mahasiswi muda
yang tidak banyak bicara namun lebih banyak bergerak mengkritisi
bagaimana seharusnya menjaga Aksara Sunda Kuno Nusantara, membuka kelas
mengajar tanpa bayaran di Gedung Indonesia Menggugat seminggu sekali
menjadi suatu hal biasa, kerja sosial yang dilakukan Sinta perlulah
diteladani dengan modal semangat dan kecintaanya terhadap budaya bangsa,
Sinta telah membagi ilmu pengetahuanya tanpa pamrih kepada masyarakat
umum, seakan dia sadar ini sebuah kewajiban sebagai penerus budaya yang
harus di lestarikan. Lalu ada lagi, Ibu Ningsih seorang yang kerap kali
berbicara lugas tentang sebuah pendidikan yang teramat penting sekali
sebagai fondasi karakter kemajuan bangsa, Ibu yang satu ini membangun
sekolah dengan nama sekolah hijau, sekolah dengan konsep bermain sambil
belajar pada kurikulum pembelajaranya. Yang harus kita ketahui, Ibu
Ningsih merupakan seorang yang apa adanya, sekolahnya saja hanya lulusan
SD itu-pun tak tamat. Berbicara untuk kritis saja tak mengerti, bahasa
mahasiswa berat tuturnya, tapi apa yang dilakukan Ibu Ningsih luar
biasa, Ibu Ningsih bersikap kritis pada suatu masalah yang menengarai
lingkunganya, menciptakan sekolah gratis bagi anak-anak kurang mampu.
Mereka kritis bukan? Tidak banyak berbicara banyak bekerja, jalaslah
Tidak berbicara kritis bukan berarti apatis.
Mulialah
seorang manusia ketika seorang tersebut membela kebenaran dan melawan
kemungkaran, banyak jalan menuju roma, banyak pula bagaimana menegakan
kebenaran tersebut. berbicara Kritis salah satu jalanya. Kritis, aku
berbicara, maka aku ada, merupakan sebuah ekspresi nilai-nilai yang
dituang dari nilai kebenaran subjektifitas seseorang yang dianggap
memiliki nilai kebenaran. Dengan mengspresikan nilai maka seseorang
dianggap ada sebagai manusia, itu pun jika sikapnya sesuai dengan
nilai-nilai yang dibicarakanya secara kritis, namun bagaimana jika nilai
yang di bicarakan tidak sesuai dengan sikap kenyataan yang ada,
jelasalah hal itu hanya sebuah ekspresi belaka dan kebohongan yang ada
terhadap diri sendiri ataupun lebih jauh publik, budaya sunda
mengidentifikasikanya sebagai jalma burung banyak bicara sedikit bekerja.
Mari
mambangun bangsa jangan banyak menuntut tapi bergerak menciptakan,
menyelesaikan problematika masalah bangsa ini. Janganlah telalu kritis
untuk saling mempertahankan pendapat dengan tujuan yang sebenarnya sama
mensejahterakan bangsa. Untuk apalah saling berdebat,memperjuangkan apa,
berwarna bukankan lebih indah, bergerak membangun bangsa dengan caranya
sendiri-sendiri. Mari maju bergerak serentak Pemuda!.
No comments:
Post a Comment