Image and video hosting by TinyPic

Monday, January 28, 2013

Kritis, aku berbicara, maka aku ada

Kritis dalam prespektif berbicara merupakan sebuah upaya untuk berani menilai sesuatu masalah, bermakna tidak lekas percaya, selalu menemukan kesalahan, ada rasa keingin tahuan, dan tajam menganalisa. Misal ketika seminar, peserta  seminar mengkritisi moderator yang terlihat tidak mengedepankan terlebih dahulu hak-hak peserta seminar dalam sesi tanya-jawab yang di buka oleh nara sumber seminar. Secara sederhananya kritis berbicara adalah suatu sikap berani mengungkapkan suatu nilai, termasuk memberikan saran dan solusi untuk dijadikan tujuan akhir upaya menjawab sesuatu masalah. Jikalah kita berani menilai sikap seseorang, secara tidak langsung kita telah mempraktikan nilai-nilai kritis tersebut. Disamping itu sikap kritis berarti berani menilai sesuatu yang tidak sesuai dengan yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang seharusnya ada.

Kritis dalam kacamata Islam dimaknai sebagai amar makruf dan nahi munkar artinya sikap kritis merupakan suatu perintah untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana dijelaskan oleh salah satu Ayat Suci Al-Qu’ran surat Ali Imran [3]:110 yang artinya “ Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan (dikeluarkan) untuk manusia,menyuruh untuk yang makruf,mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah SWT ”. Amar makruf  maknanya bisa disamakan dengan humanisasi, yang berarti bersikap memanusiakan manusia. Seperti mengajak seseorang untuk berdoa dan bersyukur kepada sang  pencipta, menghormati orang tua, ikut andil melakukan menjaga lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah sembarangan, atau memperjuangkan hak hidup rakyat dengan menciptakan sistem keamanan sosial. Makna nahi munkar  bila disandingkan merupakan sebuah liberasi artinya nahi munkar berarti memerdekakan/membebaskan manusia dari suatu jerat sistem yang merugikan hak seseorang ataupun masayarakat. Misalnya melakukan aksi pembebasan sistem yang selalu menindas rakyat miskin, seperti dalam kasus melawan dan menolak adanya kenaikan harga tarif tegangan listrik  yang banyak memberatkan dan membelengu rakyat miskin.

Pada konteks lebih dalam dan filosofis tentang berbicara secara kritis, berbicara kritis merupakan sebuah penyikapan radikal. Radik artinya akar, sehingga berpikir kritis artinya berpikir sampai ke akar suatu permasalahan dan berbicara merupakan suatu sikap mengekpresikan pemikiran yang telah dibangun sebelumya. Dengan cara  tersebut, permasalah yang telah di muncul kepermukaan dapat diselesaikan dengan sikap menilai suatu masalah sampai ke akar sehingga permasalahan yang diteggarai berharap dapat terpecahkan dan terselesaikan. Namun kenyataanya berbicara kritis dalam menanggapi masalah pada pemuda sekarang ini kadang terlihat bias, bias karena lihatlah mereka yang berorasi menuntut secara kritis setiap masalah yang ada pada negeri ini, banyak sekali menuntut namun sedikit sekali menciptakan, jikalah saya berkenan menganalogikan, sikap seperti itu tak khayal seperti anak TK yang merengek meminta permen kepada orang tuanya, ketika anak TK tersebut meminta permen kepada orang tuanya dan tidak diberi, maka jelaslah anak TK tersebut merengek menangis agar segera dibelikan permen oleh orangtuanya. Kenapa saya menganalogikan seperti anak TK? Karena umur-umur anak TK sebagaimana kita tahu, merupakan umur pertumbuhan seorang anak yang belum bisa berpikir bagaimana memecahkan masalah secara khusus sampai ke akar, namun bersikap kearah penuntutan meminta.

Berbicara secara gamblang dan kritis namun bias terhadap suatu masalah menurut saya tidak akan menyelesaikan masalah. Hal ini karena berbicara secara kritis tapi tidak sesuai dengan kenyataan sikap nilai-nila tujuan yang dibicarakan sebelumya oleh seseorang sama saja dengan pembohongan dan eksistensi seseorang atau sekedar ekspresi nilai belaka. Contohnya seperti ini, banyak pemuda kritis dilahirkan di negeri ini, ketika ada sesuatu wacana yang tidak sesuai nilai yang benar, mereka menyuarakan pendapat kritisnya bagaimana seharusnya masalah tersebut di nilai dan disikapi, tetapi pada kenyataanya mereka tidak bersikap konsisten apa yang sebelumya dibicarakan dari nilai-nilai yang diekspresikan. Sehingga munculah bias dimana tujuan dari yang di inginkan sebelumya tidak tercipta, hanya ekspresi saja yang tercipta. Lihatlah banyak pemuda pada era sekarang ini berbicara soal besar mengkritisi segala sistem yang menyimpang dari nilai yang ada, namun lihat juga banyak pemuda yang kritis tersebut malah acuh tak acuh dengan hal-hal kecil sikapnya seperti membuang sampah sembarangan, bukankah dalam Islam kritis dapat disandingkan dengan melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran. Saya percaya lebih baik sedikit berbicara banyak bekerja, sedikit menuntut banyak menciptakan, bergerak menyelesaikan permasalahan itu sendiri.  Bukankan kita menilai sesuatu dari bersikap bukan sekedar memperdebatkan masalah sehingga tujuan yang di harapkan terealisasi.

Tidak berbicara kritis bukan berarti apatis

Dalam mengkaji sebuah masalah yang sedang melanda, sikap memgkritisi kerap kali menjadi sebuah jalan keluar untuk menjawab masalah. Namun kenyataanya, mengkritisi secara verbal tidak selalu menciptakan hasil yang dicita-citakan sebelumya. Karena satu hal lainya kadang kali mengkritisi secara verbal terlihat seperti ekspresi nilai – nilai yang agung saja, bagaimana seharusnya bersikap. Jikalah bersikap sesuai dengan apa yang di kritisi dari nilai nilai yang dikritisi, jelaslah saya dapat menilai bahwa manusia tersebut bertanggung jawab dan konsisten dari ucapan sumpah serapahnya. Tapi lagi-lagi jika melihat alam realitas bukan alam khayalan yang imaginer pada bangsa ini, begitu banyak masalah yg melanda bangsa ini, begitu banyak orang mengkritisi dan hanya sedikit  masalah tersebut dapat disikapi terjawab bagaimana seharusnya dilakukan.

Patutlah kita banyak belajar dari sosok-sosok kritis yang tidak banyak bicara soal kekritisan namun banyak bergerak diranah melakukan. Sinta Ridwan namanya seorang mahasiswi muda yang tidak banyak bicara namun lebih banyak bergerak mengkritisi bagaimana seharusnya menjaga Aksara Sunda Kuno Nusantara, membuka kelas mengajar tanpa bayaran di Gedung Indonesia Menggugat seminggu sekali menjadi suatu hal biasa, kerja sosial yang dilakukan Sinta perlulah diteladani dengan modal semangat dan kecintaanya terhadap budaya bangsa, Sinta telah membagi ilmu pengetahuanya tanpa pamrih kepada masyarakat umum, seakan dia sadar ini sebuah kewajiban sebagai penerus budaya yang harus di lestarikan. Lalu ada lagi, Ibu Ningsih seorang yang kerap kali berbicara lugas tentang sebuah pendidikan yang teramat penting sekali sebagai fondasi karakter kemajuan bangsa, Ibu yang satu ini membangun sekolah dengan nama sekolah hijau, sekolah dengan konsep bermain sambil belajar pada kurikulum pembelajaranya. Yang harus kita ketahui, Ibu Ningsih merupakan seorang yang apa adanya, sekolahnya saja hanya lulusan SD itu-pun tak tamat. Berbicara untuk kritis saja tak mengerti, bahasa mahasiswa berat tuturnya, tapi apa yang dilakukan Ibu Ningsih luar biasa, Ibu Ningsih bersikap kritis pada suatu masalah yang menengarai lingkunganya, menciptakan sekolah gratis bagi anak-anak kurang mampu. Mereka kritis bukan? Tidak banyak berbicara banyak bekerja, jalaslah Tidak berbicara kritis bukan berarti apatis.

Mulialah seorang manusia ketika seorang tersebut membela kebenaran dan melawan  kemungkaran, banyak jalan menuju roma, banyak pula bagaimana menegakan kebenaran tersebut. berbicara Kritis salah satu jalanya. Kritis, aku berbicara, maka aku ada, merupakan sebuah ekspresi nilai-nilai yang dituang dari nilai kebenaran subjektifitas seseorang yang dianggap memiliki nilai kebenaran. Dengan mengspresikan nilai maka seseorang dianggap ada sebagai manusia, itu pun jika sikapnya sesuai dengan nilai-nilai yang dibicarakanya secara kritis, namun bagaimana jika nilai yang di bicarakan tidak sesuai dengan sikap kenyataan yang ada, jelasalah hal itu hanya sebuah ekspresi belaka dan kebohongan yang ada terhadap diri sendiri ataupun lebih jauh publik, budaya sunda mengidentifikasikanya sebagai jalma burung banyak bicara sedikit bekerja.

Mari mambangun bangsa jangan banyak menuntut tapi bergerak menciptakan, menyelesaikan problematika masalah bangsa ini. Janganlah telalu kritis untuk saling mempertahankan pendapat dengan tujuan yang sebenarnya sama mensejahterakan bangsa. Untuk apalah saling berdebat,memperjuangkan apa, berwarna bukankan lebih indah, bergerak membangun bangsa dengan caranya sendiri-sendiri. Mari maju bergerak serentak Pemuda!.

No comments:

Post a Comment