Rumit tak teratur suasananya, gaduh. Suara lengkingan corong kendaraan
itu memuntahkan suara khasnya tanpa ampun tak berkesudahan. Nampak
jelas suaranya bernada satu perdua ketukan drum yang dipukul teratur
khas Alan Reni drummer The Stone Roses pada lagu don,t stop. Seketika itu
dengan rasa penasaran kutengok kokpit kendaranya, pengemudinya seorang
manusia berbahasa skronmarvakloew ternyata, entah apa yg diteriakanya,
napas tersengal, tenaga terkuras nyatanya. Duaratus duapuluh lima detik
penantian angka merah yang ditunggunya habis sudah. Pantas saja kijang
omprengan dengan nama jelas “Angkutan Kota” mogok tak malaju menghalangi
kendaranya, ketika lampu hijau bertanda akan maju, klakson kendaraanya
terus menggerutu.
Sekelumit kisah diatas menggambarkan
bagaimana sikap toleransi haruslah di terapkan dalam bersikap. Menjadi
manusia yang menghargai manusia lain jelaslah kodarat manusia sebagai
mahluk sosial, bukankah manusia menjadi manusia karena manusia lain? nyatanya hidup sendiri walau bergemilangan harta tak mungkin bisa hidup
lama, sebuah neurotik utopianimse jikapun ada. Film Cast Away yang
diperankan Tom Hanks dapat kita telik, tinggal beberapa tahun tanpa
manusia lain di pulau terpencil saja membuat Tom Hanks jadi gila. Jalas
Tuhan Yang Maha Kuasa mentakdirkan manusia untuk hidup bersosial dengan
manusia lain sesamanya bukan bersosialita bersekat menyekat.
Banyak
masalah timbul dari berbagai macam kegiatan yang di akibatkan kurangnya
rasa menghargai antar sesama. Terlalu memikirkan diri sendiri, bersikap
egois merupakan akar permasalahanya. Ini digambarkan dari sikap
berbagai kelas masyarakat sosial yang ada di Indonesia. Sopir angkutan
umum terkadang terlalu egois memikirkan kepentingan dirinya dengan
berhenti seenaknya di tengah jalan, tidak memikirkan orang lain, tidak
ada toleransi sama sekali, sehingga hak pengguna jalan raya lainya kerap
terabaikan. Begitupun dengan sikap para perangkat pejabat pemerintah
yang agung, duduk manis dikursi kekuasaan yang bergelimangan harta dari
hasil curahan keringat rakyat bangsanya, namun kontra produktif dengan
apa yang dihasilkan, menyoal lebih mementingkan kepentingan dirinya di
banding rakyatnya.
Padahal jelas peran pejabat pemerintah adalah sebagai
wakil rakyat di perlamen, memerdekakan dan menyuarakan hak rakyat yg
terbelenggu tirani lingkaran setan merupakan tugasnya. Ah tapi itu cuman
isi bahasan beberapa teori-teori dalam setumpuk kertas berpasal-pasal
yang diam, aparatur pemerintah kita tetaplah masyarakat bibir yang
nyinyir, menyuarakan jargon-jargon kesejahteraan yang akan usang dengan
jalanya waktu nanti. Ini bukan sekedar suara dan menyuarakan, buktinya
bagaimana kesejahteraan rakyat di negeri timur indonesia. Rakyat hidup
dengan kemampuan dirinya sendiri tanpa hadirnya pemerintah, pendek kata
rakyat dibiarkan berjuang sendirian, tidak ditemani, dibina, didukung tapi
justru di peras. Lihat saja bagaimana kinerja para menteri dan dinas
dinas secara umum, apa mereka turun kelapangan dan mengawal
pemberdayaan, ataukah sudahkah mereka menjadi mahluk yang bijak
bertoleran yang menghargai antar sesama mahluknya dan menghargai hidup
sesama bernegara. Kiranya rumput yang bergoyang ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa yang hanya bisa menjawabnya.
Pesan dari Sondang Hutagalung
Menjadi
sebuah hal yang nyata ketika rasa menghargai terpuruk di negeri yang
dikenal ramah tamah ini. Suatu pesan kiranya bisa menjadi sebuah
gambaran jelas, bagaimana hubungan toleransi antara pemerintah dan
rakyatnya terjalin. Sondang Hutagalung seorang aktivis mahasiswa Universitas Bung Karno
membakar dirinya sendiri. Melakukan sesuatu yang jarang dan dianggap
tabu dilakukan di negara ini, jika putus asa dosa, maka bunuh diri haram
hukumnya. Namun ada sebuah pesan yang bisa kita tangkap dari apa yang
dilakukan sondang, sebuah akumulasi kekecewaan dan kepenatan dari
seorang individu atas pemerintah yang tidak memperhatikan rakyatnya.
Sondang merupakan sebuah simbol petanda atas ketidak pekaan pemerintah
atas setiap permasalahan yang menderap banyak rakyatnya.
Dibutuhkan
sikap yang tegas dari pemerintah atas fenomena yang terjadi ini,
ialah perenungan diri bagaimana seharusnya kebijakan pemerintah (green
design) selanjutnya dapat memanusiakan manusia untuk hidup. Patutlah ini
menjadi sebuah renungan bagi semua pihak yang memiliki kewenangan, mari
membaca dengan cerdas pristiwa ini dengan nalar dan nurani, khusunya
bagi pemerintah yang berkuasa. Cukup jangan ada sondang lainya lagi,
semangat heroik yang dimiliki rakyat Indonesia adalah semangat
kepahlawanan untuk kemasalahatan bukan mencari jalan pintas tanpa
dipikir panjang, jangan sampai muncul tren prilaku menyakiti diri dengan
berkorban dan memiliki semangat heroik dengan bunuh diri, hargailah
diri sendiri, bangun semuanya dengan open minded, cara bersikap
membangun bangsa, menghargai perbedaan ataupun mengkritisi pemerintah
yang ada. Sehingga dengan cara yang sopan dan santun, kedamaian akan
muncul.
Hargailah kemajuan negeri ini, yakinlah tidak ada
negara yang sukses maju di dunia , faktanya setiap negara memiliki
kebobrokan dan masalahnya sendiri. Mari menghargailah bangsa ini,
Mulailah dari hal yang terkecil menulis menyuarakan opini pemecahan,
bukan malah mengeluh dengan keadaan negara ini, mengucapkan sumpah
serapah yang tanpa makna dan dangkal bukan pemecahan. Jika manusia
adalah hewan yang berpikir, maka perlulah berpikir seperti manusia yang
berpikir manusia, bukan tidak berpikir seperti hewan.
Bertoleransilah pada setiap perbedaan dan kenyataan yang ada, menghargai dalam rangka membangun bangsa. Tidak ada yang tidak berguna di dunia ini, sikap Sondang Hutagalung telah menyalakan alarm untuk membuat kita terbangun, untuk lebih saling bertoleran terhadap sesama, untuk lebih mengetatkan ikatan lebih erat,untuk bersatu melawan tirani. Marilah kita renungi makna ini. Banyak kepenatan dan kekecewaan yang ada pada masyarakat terhadap pemerintah, peran mahasiswa sebagai agen of change patutlah bergerak, dalam makna agen perubahan terkandung betapa seorang mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian terhadap lingkunganya, masyarakatnya terlebih bagi bangsa dan bernegara. Banyak cara dapat dilakukan, Jika punya materi lebih bantulah bangsa ini dengan materi, jika materi tak ada bantulah dengan tenaga, dan jikapun materi dan tenaga tidak ada bantulah dengan opini pemecahan masalah.
Bertoleransilah pada setiap perbedaan dan kenyataan yang ada, menghargai dalam rangka membangun bangsa. Tidak ada yang tidak berguna di dunia ini, sikap Sondang Hutagalung telah menyalakan alarm untuk membuat kita terbangun, untuk lebih saling bertoleran terhadap sesama, untuk lebih mengetatkan ikatan lebih erat,untuk bersatu melawan tirani. Marilah kita renungi makna ini. Banyak kepenatan dan kekecewaan yang ada pada masyarakat terhadap pemerintah, peran mahasiswa sebagai agen of change patutlah bergerak, dalam makna agen perubahan terkandung betapa seorang mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian terhadap lingkunganya, masyarakatnya terlebih bagi bangsa dan bernegara. Banyak cara dapat dilakukan, Jika punya materi lebih bantulah bangsa ini dengan materi, jika materi tak ada bantulah dengan tenaga, dan jikapun materi dan tenaga tidak ada bantulah dengan opini pemecahan masalah.
Mari
membangun bangsa yang maju, bukankah bangsa yang maju adalah bangsa
yang menghargai pahlwan dan sejarahnya. Mari menghargai segala sesuatu
yang ada. Nampaknya bukanlah sebuah utopia jika Indonesia akan menjadi
negara termaju didunia, jika semua warga Indonesia menghargai dan
bertoleransi pada sesama warganya. Semangat bersatu maju Indonesia. Youth can do it!.
No comments:
Post a Comment