Image and video hosting by TinyPic

Friday, January 25, 2013

Meng(Hargai)

 
Rumit tak teratur suasananya, gaduh. Suara lengkingan corong kendaraan itu memuntahkan suara khasnya tanpa ampun tak berkesudahan. Nampak jelas suaranya bernada satu perdua ketukan drum yang dipukul teratur khas Alan Reni drummer The Stone Roses pada lagu don,t stop. Seketika itu dengan rasa penasaran kutengok kokpit kendaranya, pengemudinya seorang manusia berbahasa skronmarvakloew  ternyata, entah apa yg diteriakanya, napas tersengal, tenaga terkuras nyatanya. Duaratus duapuluh lima detik penantian angka merah yang ditunggunya habis sudah.  Pantas saja kijang omprengan dengan nama jelas “Angkutan Kota” mogok tak malaju menghalangi kendaranya, ketika lampu  hijau bertanda akan maju, klakson kendaraanya terus menggerutu.

Sekelumit kisah diatas menggambarkan bagaimana sikap toleransi haruslah di terapkan dalam bersikap. Menjadi manusia yang menghargai manusia lain jelaslah kodarat  manusia sebagai mahluk sosial, bukankah manusia menjadi manusia karena manusia lain? nyatanya hidup sendiri walau bergemilangan harta tak mungkin bisa hidup lama, sebuah neurotik utopianimse jikapun ada. Film Cast Away yang diperankan Tom Hanks dapat kita telik, tinggal beberapa tahun tanpa manusia lain di pulau terpencil saja membuat Tom Hanks jadi gila. Jalas Tuhan Yang Maha Kuasa mentakdirkan manusia untuk hidup bersosial dengan manusia lain sesamanya bukan bersosialita bersekat menyekat.

Banyak masalah timbul dari berbagai macam kegiatan yang di akibatkan kurangnya rasa menghargai antar sesama. Terlalu memikirkan diri sendiri, bersikap egois merupakan akar permasalahanya. Ini digambarkan dari sikap berbagai kelas masyarakat sosial yang ada di Indonesia. Sopir angkutan umum terkadang terlalu egois memikirkan kepentingan dirinya dengan berhenti seenaknya di tengah jalan, tidak memikirkan orang lain,  tidak ada toleransi sama sekali, sehingga hak pengguna jalan raya lainya kerap terabaikan. Begitupun dengan sikap para perangkat pejabat pemerintah yang agung, duduk manis dikursi kekuasaan yang bergelimangan harta dari hasil curahan keringat rakyat bangsanya, namun kontra produktif dengan apa yang dihasilkan, menyoal lebih mementingkan kepentingan dirinya di banding rakyatnya. 

Padahal jelas peran pejabat pemerintah adalah sebagai wakil rakyat di perlamen, memerdekakan dan menyuarakan hak rakyat yg terbelenggu tirani lingkaran setan merupakan tugasnya. Ah tapi itu cuman isi bahasan beberapa teori-teori dalam setumpuk kertas berpasal-pasal yang diam, aparatur pemerintah kita tetaplah masyarakat bibir yang nyinyir, menyuarakan jargon-jargon kesejahteraan yang akan usang dengan jalanya waktu nanti. Ini bukan sekedar suara dan menyuarakan, buktinya bagaimana kesejahteraan rakyat di negeri timur indonesia. Rakyat hidup dengan kemampuan dirinya sendiri tanpa hadirnya pemerintah, pendek kata rakyat dibiarkan berjuang sendirian, tidak ditemani, dibina, didukung tapi justru di peras. Lihat saja bagaimana kinerja para menteri dan dinas dinas secara umum, apa mereka turun kelapangan dan mengawal pemberdayaan, ataukah sudahkah mereka menjadi mahluk yang bijak bertoleran yang menghargai antar sesama mahluknya dan menghargai hidup sesama bernegara. Kiranya rumput yang bergoyang ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya bisa menjawabnya.

Pesan dari Sondang Hutagalung

Menjadi sebuah hal yang nyata ketika rasa menghargai terpuruk di negeri yang dikenal ramah tamah ini. Suatu pesan kiranya bisa menjadi sebuah gambaran jelas, bagaimana hubungan toleransi antara pemerintah dan rakyatnya terjalin.  Sondang Hutagalung seorang aktivis mahasiswa Universitas Bung Karno membakar dirinya sendiri. Melakukan sesuatu yang jarang dan dianggap tabu dilakukan di negara ini, jika putus asa dosa, maka bunuh diri haram hukumnya. Namun ada sebuah pesan yang bisa kita tangkap dari apa yang dilakukan sondang, sebuah akumulasi kekecewaan dan kepenatan dari seorang individu atas pemerintah yang tidak memperhatikan rakyatnya. Sondang merupakan sebuah simbol  petanda atas ketidak pekaan pemerintah atas setiap permasalahan yang menderap banyak rakyatnya.

Dibutuhkan sikap  yang tegas  dari pemerintah atas fenomena yang terjadi ini, ialah perenungan diri bagaimana seharusnya kebijakan pemerintah (green design) selanjutnya dapat memanusiakan manusia untuk hidup. Patutlah ini menjadi sebuah renungan bagi semua pihak yang memiliki kewenangan, mari membaca dengan cerdas pristiwa ini dengan nalar dan nurani, khusunya bagi pemerintah yang berkuasa. Cukup jangan ada sondang lainya lagi, semangat heroik yang dimiliki rakyat Indonesia adalah semangat kepahlawanan untuk kemasalahatan bukan mencari jalan pintas tanpa dipikir panjang, jangan sampai muncul tren prilaku menyakiti diri dengan berkorban dan memiliki semangat heroik dengan bunuh diri, hargailah diri sendiri, bangun semuanya dengan open minded, cara bersikap membangun bangsa, menghargai perbedaan ataupun mengkritisi pemerintah yang ada. Sehingga dengan cara yang sopan dan santun, kedamaian akan muncul.

Hargailah kemajuan negeri  ini, yakinlah tidak ada negara yang sukses  maju di dunia , faktanya setiap negara memiliki kebobrokan dan masalahnya sendiri. Mari menghargailah bangsa ini, Mulailah dari hal yang terkecil menulis menyuarakan opini pemecahan, bukan malah mengeluh dengan keadaan negara ini, mengucapkan sumpah serapah yang tanpa makna dan dangkal bukan pemecahan. Jika manusia adalah hewan yang berpikir, maka perlulah berpikir seperti manusia yang berpikir manusia, bukan tidak berpikir seperti hewan.

Bertoleransilah pada setiap perbedaan dan kenyataan yang ada, menghargai  dalam rangka  membangun bangsa. Tidak ada yang tidak berguna di dunia ini, sikap Sondang Hutagalung telah menyalakan alarm untuk membuat kita terbangun, untuk lebih saling bertoleran terhadap sesama, untuk lebih mengetatkan ikatan lebih erat,untuk bersatu melawan tirani. Marilah kita renungi makna ini. Banyak kepenatan dan kekecewaan  yang ada pada masyarakat terhadap pemerintah, peran mahasiswa sebagai agen of change patutlah bergerak, dalam makna agen perubahan terkandung betapa seorang mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian terhadap  lingkunganya, masyarakatnya terlebih bagi bangsa dan bernegara. Banyak cara dapat dilakukan, Jika punya materi lebih bantulah bangsa ini dengan materi, jika materi tak ada bantulah dengan tenaga, dan jikapun materi dan tenaga tidak ada bantulah dengan opini pemecahan masalah.

Mari membangun bangsa yang maju, bukankah bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai  pahlwan dan sejarahnya. Mari menghargai segala sesuatu yang ada. Nampaknya bukanlah sebuah utopia jika Indonesia akan menjadi negara termaju didunia, jika semua warga Indonesia menghargai dan bertoleransi pada sesama warganya. Semangat bersatu maju Indonesia. Youth can do it!.

No comments:

Post a Comment